LIMBAH TEMBAKAU SEBAGAI PESTISIDA NABATI PENGENDALI HAMA Helopeltis sp. PADA TANAMAN KAKAO
Hama Helopeltis sp. (Heteroptera: Miridae) merupakan hama utama pada pertanaman kakao yang menyerang bagian buah dan pucuk tanaman kakao. Stadia dari hama ini yang aktif menyerang adalah nimfa dan imago dengan cara menusuk dan menghisap pucuk tanaman serta buah kakao, sehingga menyebabkan mati pucuk dan kematian buah serta hambatan pertumbuhan buah. Serangan hama Helopeltis pada buah berbentuk panjang sampai dengan 12 cm yang dapat mengakibatkan kematian buah sedang.
Pengendalian hama Helopeltis sp. pada tanaman perkebunan untuk saat ini didominasi oleh penggunaan pestisida. Penggunaan pestisida secara terus menerus pada tanaman perkebunan khususnya pada tanaman kakao dikhawatirkan akan berdampak negatif terhadap lingkungan maupun pada produk biji kakao yang diperdagangkan yaitu
Penggunaan minyak biji mimba dan ekstrak biji srikaya untuk mengendalikan hama Helopeltis sp. pada skala laboratorium telah dilakukan oleh Wiryadiputra (1998) dengan hasil bahwa ekstrak biji srikaya cukup efektif dalam mengendalikan hama Helopeltis sp., hanya saja ketersediaan biji srikaya masih sangat terbatas sehingga belum dapat dilakukan pengujian pada tingkat lapangan.
Tembakau dikenal sebagai salah satu jenis tanaman penghasil pestisida nabati dengan bahan aktif nikotin. Bahan aktif yang berperan dalam mengendalikan serangga hama adalah senyawa nikotin dan turunannya antara lain alkaloid nikotin, nikotin sulfat dan senyawa nikotin lainnya. Senyawa ini bekerja sebagai racun kontak, racun perut dan fumigan. Senyawa nikotin efektif dalam mengendalikan serangga golongan apids dan serangga berbadan lunak lainnya. Senyawa nikotin diketahui sangat toksik terhadap mamalia dengan nilai LD-50 akut oral sebesar 50-60 mg/kg dan dapat meresap ke dalam kulit. Menurut Kardiman (1999) mengemukakan bahwa kandungan senyawa nikotin paling tinggi terdapat pada bagian ranting dan tulang daun. Cara membuat pestisida nabati dari bahan limbah tembakau dilakukan dengan mengeringanginkan bahan limbah tembakau berupa tulang dan tangkai daun tembakau. Limbah tembakau yang telah dikeringkan ini kemudian dipotong-potong dengan panjang 0,5-1 cm dan diblender, sehingga menjadi potongan-potongan yang kecil. Limbah tembakau yang telah terpotong kecil-kecil kemudian direndam air dengan konsentrasi 10%, yaitu dengan cara merendam 1 kg limbah tembakau ke dalam 9 liter air. Perendaman dilakukan selama 24 jam. Setelah perendaman selanjutnya limbah tembakau tersebut disaring dan diperas, sehingga diperoleh larutan ekstrak tembakau dalam air yang digunakan untuk penyemprotan terhadap hama Helopeltis sp. Larutan konsentrasi 10% yang diperoleh tersebut digunakan sebagai larutan induk untuk membuat konsentrasi larutan yang lebih rendah. Aplikasi di lapangan dilakukan dengan menggunakan alat semprot knapsack sprayer dengan volume semprot 400 liter/hektar.
Dari hasil penelitian yang dilakukan Wiryadiputra (2003) bahwa aplikasi skala laboratorium pada 2 jam setelah aplikasi menunjukkan kematian hama Helopeltis sp. baik pada stadia nimfa maupun imago cukup tinggi pada perlakuan ekstrak limbah tembakau konsentrasi 10% dengan tingkat kematian mencapai lebih dari 80%. Mortalitas pada stadia nimfa lebih rendah bila dibandingkan dengan mortalitas imago, hal ini disebabkan karena terjadinya proses pergantian kulit pada hama Helopeltis sp. stadia nimfa tersebut, sehingga penetrasi ekstrak limbah tembakau ke dalam tubuh serangga hama ini kurang sempurna. Sebagaimana diketahui bahwa ekstrak tembakau sebagai pestisida nabati terutama bekerja secara kontak, sehingga penetrasi senyawa melalui kulit sangat mempengaruhi kemampuan kerjanya (Matsumura, 1975). Pada hasil penelitian Wiryadiputra (2003) bahwa pada aplikasi skala lapangan, efektifitas tertinggi ekstrak limbah tembakau dalam mengendalikan hama Helopeltis sp. ditunjukkan pada konsentrasi 10% dengan tingkat kematian mencapai 88,74% pada lahan dengan tingkat serangan kategori ringan. Namun jika diaplikasikan pada lahan dengan tingkat serangan kategori berat, perlakuan dengan konsentrasi ekstrak 10% hanya dapat menekan populasi hama Helopeltis sp mencapai 25%, sehingga perlu dilakukan penyemprotan secara menyeluruh dan merata untuk memperoleh hasil yang lebih baik. Aplikasi ekstrak limbah tembakau pada perkebunan kakao tidak berpengaruh pada bunga kakao, meskipun penyemprotan dilakukan setiap minggu selama tiga kali penyemprotan. Rontoknya bunga kakao lebih disebabkan karena faktor lingkungan daripada faktor perlakuan.
Dengan mengetahui manfaat dari limbah tembakau dalam mengendalikan hama Helopeltis sp. yang menyerang perkebunan kakao ini diharapkan dapat digunakan sebagai pestisida nabati pengganti pestisida sintetik untuk pengendalian hama Helopeltis sp. yang aman bagi kesehatan dan ramah lingkungan.
Referansi
Kardiman, A. 1999. Pestisida Nabati : Ramuan Dan Aplikasi. PT. Penebar Swadaya. Jakarta.
Matsumura, F. 1975. Toxicology of Insecticides. Plenum Press. New York and London.
Sudarmadji, D., S. Sosromarsono, S. Wardojo, dan A. A. Mattjik. 1990. Pengaruh Serangan Helopeltis Antonii Terhadap Tingkat Layu Pentil Dan Berat Kering Biji Kakao. Menara perkebunan.
Wiryadiputra, S. 1998. Percobaan Pendahuluan Pengaruh Minyak Mimba Dan Ekstrak Biji Srikaya Terhadap Mortalitas Helopeltis sp. (Heteroptera: Miridae). Jurnal Perlindungan Tanaman Indonesia.
Wiryadiputra, S. 2003. Keefektifan Limbah Tembakau Sebagai Insektisida Nabati Untuk Mengendalikan Hama Helopeltis sp. Pada Kakao. Jurnal Perlindungan Tanaman Indonesia.(SUMBER: DEPTAN)/ ( BBP2TP Ambon)
No comments:
Post a Comment