Medan-. Badan Kerjasama Perusahaan Perkebunan Sumatera (BKS-PPS) meminta pemerintah mengkaji peraturan pajak daerah dan retribusi daerah (PDRD) yang memberatkan. Apalagi perusahaan perkebunan sudah memberikan kontribusi ekonomi untuk bangsa.
Ketua BKS-PPS, Soedjai Kartasasmita mengatakan, sektor perkebunan merupakan landasan ekonomi terbesar dari sektor lainnya. Wajar pemerintah memperhatikan perusahaan perkebunan dengan tidak lagi menambah beban pungutan yang ditetapkan.
"Belum lagi dana pajak yang diambil tidak dikembalikan untuk pengembangan industri lokal maupun infrastruktur di sekitar industri," katanya.
Pemerintah seharusnya mendukung dalam peningkatan produktivitas perusahaan karena selama krisis ekonomi tahun 2008 di usaha perkebunan Indonesia mampu bertahan dan tidak ada Pemutusan Hubungan Kerja bagi karyawannya. "Dengan begitu perusahaan perkebunan jangan jadi "perasan" pemerintah dengan pungutan-pungutan yang diberlakukan," imbuhnya.
Pemimpin Harian BKS-PPS, H S Wiratma mengatakan, terdapat sekitar 10 butir aturan pajak daerah dan 40 retribusi yang dikenakan pada industri CPO.
"Ini sangat memukul perusahaan perkebunan. Apalagi tren sekarang harga di pasar internasional menurun seiring permintaan negara pembeli yang sedang krisis finansial," jelasnya. Dicontohkan Wiratma, pajak yang memberatkan perusahaan yakni pajak BBM yang sebelumnya tarifnya 5%, kini berkisar 10%- 20%.
Untuk itu, dengan sosialisasi UU No 28/2009 tentang PDRD, Soedjai berharap dapat meningkatkan pengetahuan dan pengertian perihal pelaksanaan UU tersebut bagi seluruh staf, karyawan perkebunan khususnya mitra perkebunan.
"Selain itu kita juga berharap dapat membantu pemerintah menyebarluaskan pelaksanaan pajak daerah dan retribusi daerah agar berjalan lancar dan sesuai serta membantu PAD dan produktivitas perusahaan," ucapnya.
Kepala Seksi Direktorat Pajak Daerah dan Retribusi Daerah Kementrian Keuangan, Ari Gemini dalam paparannya menyatakan, UU No 28/2009 ini tidak tertutup murni. Artinya, pemda tidak boleh menetapkan peraturan di luar UU tersebut.
Saat ini, beberapa jenis pajak yang ditetapkan pemerintah yakni di tingkat propinsi 5 jenis dan kabupaten/kota terdapat 11 jenis pajak serta 30 jenis retribusi. "Di luar ini tidak ada lagi peraturan pajak dan retribusi. Meski boleh saja retribusi diberlakukan asal ada Peraturan Pemerintah (PP), namun sampai saat ini belum ada PP yang mengatur pungutan retribusi," katanya. (yuni naibaho)(MB)
No comments:
Post a Comment