Menejer operasional Forum Kakao Aceh (FKA) Azmil Umur di Banda  Aceh,  mengatakan, rumor terhadap perkembangan politik di Afrika menjadi  salah satu penyebab meningkatnya harga komoditas itu di pasaran yakni  dari Rp18.850/Kg menjadi Rp19.400/Kg. 
"Kalangan investor merasa khawatir terhadap pasar di Afrika,  sehingga mereka melirik kakao dari negara lainnya, termasuk Indonesia,"  katanya. 
Azmil mengatakan, kenaikan harga komoditas itu di pasar  internasional juga ikut mempengaruhi nilai kakao di tingkat petani di  provinsi ujung paling barat Indonesia tersebut. 
Dijelaskannya, salah satu komoditas unggulan asal provinsi  berpenduduk sekitar 4,6 juta jiwa itu banyak di ekspor ke negara-negara  konsumen kakao, seperti kawasan Eropa dan Amerika Serikat. 
Provinsi Aceh memiliki lahan kakao produktif sekitar 70 ribu  hektare dengan rata-rata produksi sebanyak 350 Kg sampai 400  kg/hektare. 
Adapun luas lahan produktif tersebut tersebar di delapan kabupaten  sentra kakao diantaranya Pidie, Pidie Jaya, Bireuen, Aceh Utara, Aceh  Timur dan Aceh Tamiang. 
Azmil menambahkan, persediaan kakao yang ada di tingkat petani di  daerah sentra produksi kakao di Provinsi Aceh masih cukup untuk memenuhi  permintaan pasar lokal, nasional dan internasional. 
"Persediaan biji kakao kering yang ada di petani kami perkirakan  cukup untuk memenuhi permintaan konsumen di pasaran," demikian Azmil.  
(es/ES/bd-ant)

 sudah lihat yang ini (klik aja)?
 sudah lihat yang ini (klik aja)? 

 
 
 
 
No comments:
Post a Comment