Aceh Timur. Warga dari sejumlah desa di  Kabupaten Aceh Timur, yaitu Desa Cek Embon, Tualang Pateng, Seunebok  Pempeng dan Jengki memprotes pemberian izin lokasi lahan perkebunan  sawit kepada PT Padang Palma Permai (PPP).
Warga mengaku, dalam areal  izin lokasi tersebut terdapat lahan perkebunan milik masyarakat                   Kepala desa dan pemuka  adat dari desa-desa tersebut meminta Pemkab Aceh Timur membatalkan  pemberian izin lokasi kepada PT PPP yang merupakan anak perusahaan  Minamas Group, bagian dari BUMN Malaysia Sime Darby.
Protes warga  itu disampaikan pada pertemuan dengan Dinas Perkebunan dan Kehutanan  Propinsi Aceh, Badan Pusat Perizinan Terpadu (BP2T) Propinsi Aceh, dan  Dishutbun Aceh Timur, yang juga dihadiri staf  PT PPP.
Geuchik  Cek Embun, Muharam, kepada wartawan, Rabu (14/3),  mengatakan pada  pertemuan yang berlangsung sekitar tiga jam lebih di Hotel Harmoni  Langsa beberapa waktu lalu, dinyatakan protes atas pemberian izin lokasi  kepada PT PPP yang dilakukan sepihak oleh pemkab Aceh Timur. Pertemuan  tersebut diwarnai debat sengit antara warga dengan para staf dari dinas  pemerintah.
“Dalam areal izin lokasi PT PPP itu terdapat lahan milik masyarakat,” tegas Muharam.
Muharam  menambahkan, 1.329 hektar areal yang diberikan pemerintah kepada PT PPP  melalui izin lokasi, sekitar 200 hektar lebih adalah lahan perkebunan  milik masyarakat yaitu milik warga Desa Cek Embun.  Selain lahan milik  masyarakat, dalam areal itu juga terdapat 150 hektar milik Koperasi  Perkebunan Rimba Jaya II.
Ditegaskannya lagi, siapapun harus ikut  aturan hukum, membuka lahan perkebunan harus mengikuti peraturan dalam  hal ini Permentan Nomor 26 Tahun 2007.  
Ketua Lembaga Swadaya  Masyarakat (LSM) Permastek Aceh Timur, Ibnu Hajar, menambahkan,  berdasarkan pengukuran BPN Propinsi bersama Dinas Perkebunan dan  Kehutanan Aceh Timur, telah ditemukan sejumlah titik pengelolaan lahan  perkebunan tanpa izin oleh PT PPP yaitu di Desa Cek Embon sekitar 800  hektar, puluhan hektar lahan di Desa Tualang Pateng dan Seunebok  Pempeng, serta di Desa Jengki sekitar 50 hektar.
“Berdasarkan  sejumlah bukti ini diharapkan pihak Kepolisian Daerah Aceh segera  menyita lahan perkebunan ilegal PT PPP,” kata Ibnu.   
Warga dari  sejumlah desa tersebut juga sudah melayangkan surat pernyataan menolak  pemberian izin lokasi kepada PT PPP. Surat pernyataan itu ditandatangani  ratusan warga dan kepala desa setempat. 
Mukim Blang Simpo, Tgk  Yahya Hasan, menambahkan, pihaknya tidak mengetahui adanya izin lokasi  milik PT PPP namun tiba-tiba lahan milik warga sudah menjadi milik PT  PPP. “Kalau seperti ini caranya, habis semua tanah rakyat dijual kepada  perusahaan swasta,” ketus Yahya.
Sementara penasihat hukum PT  PPP, Nurmalah SH kepada wartawan melalui telpon seluler mengatakan,  selama 12 tahun mereka ada di sana tidak pernah ada masalah. Tetapi  setelah PT PPP memenangkan sengketa dengan PT Parasawita, tiba-tiba  banyak muncul klaim dari masyarakat yang mengaku areal kebun itu  miliknya. 
“Saya heran mengapa sekarang banyak warga yang mengaku  lahan tersebut milik mereka,” ungkap Nurmalah, seraya mengatakan  pihaknya ingin berinvestasi di Aceh, tapi jika masyarakat tidak bisa  bekerja sama akan sulit. (sumber: medanbisnis m syafrizal)

 sudah lihat yang ini (klik aja)?
 sudah lihat yang ini (klik aja)? 
 
 
 
 
No comments:
Post a Comment