Foto: gom tobing |
"Sudah disetujui langsung oleh GM PT Lonsum Mino Lesmana dalam rapat tadi (28/3)," kata Alexius kepada wartawan di Kantor Gubernur Sumut, Jalan Diponegoro, Medan, Rabu (28/3).
Alexius mengungkapkan rapat tertutup yang berlangsung sekitar 1,5 jam itu berlangsung alot. Karena PT Lonsum sejak awal bersikeras lahan yang mereka miliki hanya bisa dilepas jika dihargai per tanamannya Rp 2,5 juta serta untuk lahan diganti rugi sesuai dengan Nilai Jual Objek Pajak (NJOP). Sementara pemerintah hanya memberikan ganti rugi per tanaman sebesar Rp 235.000.
"Pengacara PT Lonsum dari awal sudah bicara pasal per pasal. Saya bilang saja nggak perlu bicara pasal karena bisa panjang ceritanya. Biar GM PT Lonsum langsung yang bicara," ujarnya.
PT Lonsum akhirnya sepakat dengan penawaran awal pemerintah setelah Sekretaris Daerah Propinsi Sumut (Sekdapropsu) Nurdin Lubis menghimbau agar pihak perusahaan bersedia menerima ganti rugi untuk kepentingan Sumut dan masyarakat umum. Apalagi akses tol ke Bandara Internasional Kualanamu nantinya akan sangat membantu mendorong pertumbuhan perekonomian.
Lokasi pembebasan lahan yang dikuasai PT Lonsum antara lain sekitar 13,48 ha di Desa Sei Merah, Tanjung Morawa, Deliserdang dan 22,32 ha di Desa Firdaus dan Cempedak, Kecamatan Sei Rampah, Serdangbedagai. Pembayaran ganti rugi sendiri akan dilakukan secepatnya.
Selain PT Lonsum, yang menjadi masalah adalah lima persil lahan milik PT KAI. Namun berdasarkan surat Vice President Divre I Sumut/NAD No JB.205/III/01/DIVRE I SU tanggal 16 Maret 2012, PT KAI sudah tidak lagi mempermasalahkannya. Dengan demikian, pembangunan fly over (jembatan layang) yang sempat terhambat karena berada di atas lahan PT KAI sudah dapat dilanjutkan.
Dengan demikian Pempropsu sudah lega pembebasan lahan dapat diselesaikan sebelum jadwal kedatangan Wakil Presiden Boediono pada 12-14 April medatang dalam meninjau persiapan Bandara Kualanamu. "Sisanya kalau masih ada masalah hanya tinggal okupasi saja. Karena sebagian besar lahan sudah tuntas," ujar Alexius.
Tetapi untuk akses non tol atau jalan arteri masih menyisakan permasalahan di pembebasan lahan eks HGU seluas 45.194 m2 dan lahan HGU PTPN II seluas 6.431 m2. Untuk lahan eks HGU yang menjadi kendala karena masih banyak masyarakat yang belum menerima nilai santunan yang ditawarkan pemerintah.
Selain itu dalam inventarisasi awal, persil tanah masih tergabung menjadi satu namun penggarapnya terdiri dari beberapa orang. Masyarakat meminta agar diadakan pengukuran ulang terhadap tanah, bangunan dan tanaman yang digarap.
Sedangkan permasalahan lahan HGU PTPN II hanya karena terjadi kesalahan administrasi keuangan pada tahun anggaran 2011. "Hanya masalah administrasi. Jadi kami yakin bisa selesai secepatnya," tukasnya. (benny pasaribu)/MB
No comments:
Post a Comment