Sejumlah sentimen negatif terus membayangi pergerakan saham perkebunan  sawit. Lihat saja, setelah diguncang isu lingkungan, ekspor crude palm  oil (CPO) terancam turun.
Soalnya, per 1 April tarif bea keluar (BK) CPO akan naik dari 16,5% saat  ini menjadi 18%. Tentu saja, rencana kenaikan tarif BK ini akan  memangkas pendapatan emiten sektor perkebunan.
Syukurlah, kenaikan tarif BK tersebut diimbangi dengan kenaikan harga  patokan ekspor (HPE) sebesar 14,7% menjadi US$1.147,99 per ton.  Sehingga, penurunan pendapatan ekspor tidak terlalu signifikan. "Namun  yang kami khawatirkan, kenaikan HPE juga akan menurunkan permintaan  CPO," kata Johannes, juru bicara PT Wilmar International Plantation.
Produsen CPO boleh pesimis, tapi para analis justru sebaliknya. Kenaikan  harga crude oil diperkirakan bakal mendorong ke atas harga komoditi  pertambangan dan perkebunan, termasuk CPO sebagai bahan baku biofuel.
Selain itu, permintaan minyak sawit mentah masih sangat besar, baik dari  dalam maupun luar negeri. Untuk tahun ini, India dan China diperkirakan  masih akan menjadi motor pertumbuhan konsumsi CPO sebesar 5%.
Makanya, saham perkebunan direkomendasikan oleh sejumlah analis untuk  dikoleksi. Apalagi saat ini harganya sedang murah. Oleh karena itu,  menurut seorang analis dari PT Kresna Securities, saat ini merupakan  peluang bagi investor untuk masuk ke saham perkebunan. Terutama bagi  investor yang hendak mengoleksinya untuk jangka panjang. "Setelah  koreksi, harga saham perkebunan menjadi murah. Ini saatnya untuk beli,"  katanya.
Namun beberapa analis tak berpendapat demikian. Mereka melihat  saham-saham, termasuk saham perkebunan, masih berpotensi untuk turun.  Karenanya, seorang analis menyarankan investor untuk bermain trading  saham-saham sektor ini. "Untung sedikit, langsung jual. Kalau ingin  lebih lama, sebaiknya sekalian jangka panjang," katanya.
sumber:BUMNtrack.com 

 sudah lihat yang ini (klik aja)?
 sudah lihat yang ini (klik aja)? 
 
 
 
 
No comments:
Post a Comment