(MB/ariandi) |
Kepala Seksi Hasil Pertanian dan Pertambangan Disperindag Sumut Subdis Perdagangan Luar Negeri, Fitra Kurnia, mengatakan, penurunan nilai ekspor komoditas unggulan asal Sumut tersebut sudah diprediksi sejak awal Amerika Serikat (AS) dan Yunani mengalami krisis. "Nilai ekspor Sumut turun karena harga jual komoditasnya juga masih melemah. Apalagi untuk 2012, secara volume juga mengalami penurunan jadi jelas nilai ekspor secara keseluruhan turun," katanya, Minggu (27/1).
Dia mengungkapkan, tahun 2012 lalu dinilai kalangan pengusaha minyak kelapa sawit sebagai tahun terburuk karena harganya turun sangat drastis hingga hanya mencapai US$ 759 per metrik ton. Penurunan nilai ekspor tersebut sudah terjadi sejak pertengahan tahun lalu hingga akhir tahun secara berfluktuasi, dengan kecenderungan menurun. " Harga sebesar itu dianggap terendah bahkan lebih rendah dari tahun 2011," ujarnya.
Untuk negara tujuan, kata Fitra, India, China, Rusia, Belanda, Spanyol dan Malaysia merupakan tujuan tetap ekspor komoditas ini. Selain enam negara tersebut, ada juga permintaan dari New Zealand, Ukraina, Afrika Selatan dan Brasil, dan Pakistan.
Namun, kondisi ini diperkirakan akan kembali membaik pada tahun ini seiring berangsur pulihnya krisis AS dan Eropa pada triwulan III-2013. "Kenapa diperkirakan akan mulai pada triwulan III? Karena sesuai siklus pengiriman oleh eksportir yang dimulai triwulan itu setelah libur musim dingin setiap Oktober akhir tahun," paparnya.
Sekretaris Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) Sumut, Timbas Prasad Ginting menilai, harga ekspor CPO akan kembali mengalami peningkatan meski tidak begitu tinggi dari tahun lalu. Menurutnya, harga akan berada pada kisaran US$ 999 per metrik ton. "Meski tidak bisa langsung tinggi, tapi diharapkan tren-nya meningkat setiap bulan," katanya.
Timbas menambahkan sambil menunggu harga kembali meningkat, pengusaha sawit di Sumut akan melakukan replanting atau peremajaan.
Hal ini sebagai upaya untuk meningkatkan ekspor tahun ini. Peremajaan, katanya, menjadi upaya yang bisa dilakukan pada lahan lebih kurang hingga 25.000 ha dengan tujuan mendongkrak produktivitas menjadi 35 ton per hektar per tahun.
Sementara itu, harga tandan buah segar (TBS) saat ini di tingkat petani sekitar Rp 800 hingga Rp 900 per kg.
"Penurunan harga ini masih dipengaruhi minimnya ekspor CPO," ujar Sekjen Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia (Apkasindo) Sumut, Asmar Arsyad. Petani berharap, ekspor CPO akan membaik sehingga harga yang didapatkan petani bisa lebih tinggi dari saat ini. (elvidaris simamora)/MB