"Momen
ini menjadi peluang bagi minyak sawit untuk berperan lebih besar. Namun
demikian masih ada beberapa pekerjaan rumah yang harus dituntaskan,”
kata Sekjen GAPKI, Joko Supriyono.
Menurut
Joko, pekerjaan rumah itu ialah, mendorong mempercepat penyelesaian
tata ruang. Kepastian hukum tentang tata ruang mutlak dibutuhkan supaya
rencana usaha dapat dilakukan dengan baik dan berkelanjutan. “GAPKI
berharap agar soal RTRWP bisa diselesaikan secepat mungkin,” katanya.
Lantas,
Review atas regulasi pajak ekspor sebagai antisipasi kebijakan
Malaysia. Terkait dengan respon terhadap langkah yang dilakukan Malaysia
yang merevisi Pajak Ekspor (PE) CPO nya mulai Januari 2013.
Bila
Indonesia tidak melakukan langkah serupa yakni merevisi PE CPO, GAPKI
mengkhawatirkan daya saing Indonesia menjadi terancam dan pangsa pasar
Indonesia menjadi tergerus terutama pada pasar CPO India.
Karenanya
kalangan pelaku yang tergabung dalam GAPKI menghimbau kiranya
pemerintah dapat melakukan evaluasi dan revisi terhadap Pajak Ekspor CPO
ini.
Kemudian,
menolak memperpanjang berlakunya moratorium ijin baru pada hutan primer
dan lahan gambut. Pihak GAPKI mengusulkan agar moratorium tidak
diperpanjang karena moratorium akan menghambat ekspansi perkebunan
kelapa sawit.
Terakhir,
mendorong penggunaan CPO untuk dalam negeri melalui percepatan
implementasi bahan bakar nabati nasional. Pengembangan industri hilir
sawit yang sangat potensial bisa diserap oleh pasar domestik adalah
biodiesel.
“Oleh
karena itu Pemerintah harus mempercepat peningkatan dan penggunaan
biodiesel sehingga bahan bakar nabati nasional menjadi program
mandatory,” tandas Joko. (infosawit/fid)