Jakarta - Sudah jatuh tertimpa tangga. Mungkin, itulah
ungkapan yang paling tepat untuk nasib para pengusaha yang bergeak di
bisnis sawit beserta produk turunannya. Maklum, ketika pasar dunia masih
belum bersahabat, yang membuat harga minyak sawit mentah (CPO) sulit
untuk bangkit, muncul berbagai masalah-masalah lain yang tak kalah
memberatkan.
Persoalan terbaru yang muncul ke permukaan
adalah Pemerintah India yang akan menerapkan bea masuk untuk CPO
Indonesia sebesar 2,5%. Ini, jelas, tidak bisa dianggap enteng. Sebab,
India merupakan pembeli CPO Indonesia terbesar. Tahun lalu saja, ekspor
ke negeri Sungai Gangga tersebut mencapai sekitar 5 juta ton lebih atau
24% dari total eskpor.
Yang membuat suasana lebih runyam, beban
baru itu datang di kala produsesn sawit Indonesia harus berhadapan
dengan produk Malaysia yang telah menurunkan bea keluar (pajak ekspor)
CPO dari 22,7% menjadi 8,5%. Sementara bea keluar di Indonesia (kendati
sudah dipangkas), masih berada di level 9%.
Sudah begitu, harga
ekspor juga belum pulih sepenuhnya. Ada memang prediksi-prediksi
optimistis yang menyebutkan bahwa permintaan tahun ini akan meningkat
dan harga minyak sawit bakal menyentuh US$1.100 per ton. Tapi sampai
sekarang itu masih berupa proyeksi belaka.
Benar-benar sangat
disayangkan. Padahal, minyak sawit merupakan andalan bagi ekspor non
migas Indonesia. Kalau tak tertolong oleh CPO, kata seorang pejabat di
Kementrian Perdagangan, defisit perdagangan kita bakal naik
berlipat-lipat. [mdr]
http://ekonomi.inilah.com/read/detail/1949381/lagi-industri-cpo-kena-tonjok#.UPwhNPIqtkg