Pamekasan -
Petani tembakau khususnya di Madura siap-siap untuk tidak menikmati
keuntungan yang besar. Itu dipicu adanya kebijakan pemerintah pusat yang
dianggap merugikan petani 'daun emas'.
Ketua Kaukus Parlemen Madura, Suli
Faris, mengaku pesimis petani bisa meraup keuntungan tinggi. Bahkan,
harapan untuk sesuai dengan biaya produksi pun sangat tipis. Sebab, dari
perkembangan yang ada, sangat sulit pabrikan membeli tembakau dengan
harga yang mahal.
"Tak lain karena kebijakan pemerintah
pusat. Yakni cukai yang terlalu tinggi, sehingga pabrikan harus berfikir
ulang untuk menaikkan harga beli tembakau kepada petani," katanya.
Suli yang juga Pelaku Usaha Tembakau ini
menjelaskan, dengan cukai yang tinggi, pabrikan akan menekan pengadaan
bahan baku. Sebab, tidak mungkin buruh dikurangi oleh pabrikan.
"Bagaimanapun pabrikan tidak sudi mengurangi keuntungan. Mereka akan menekan bahan baku yang ada," ujarnya.
Diakuinya, 2011 kemarin, cukai untuk
satu batang rokok Gudang Garam Internasional Rp 330. Jika ada 12 batang
maka Rp 4 ribuan lebih. Nah, bagaimana dengan cukai yang begitu tinggi,
pabrikan akan membeli tembakau petani dengan harga yang tinggi juga.
"Jelas ini tidak mungkin," tandasnya.
Selain itu, kebijakan pemerintah pusat
yang dianggap merugikan petani adalah rendahnya biaya impor tembakau.
Menurutnya, pabrikan bisa saja mendatangkan tembakau dari luar, jika
kebijakan pemerintah masih seperti ini.
"Data yang ada pada tahun kemarin,
tembakau yang dihasilkan dari dalam negeri hanya 140 ribu ton. Sedangkan
yang dari luar justru mencapai 180 ribu ton. Lebih banyak yang dari
luar. Apa ini tidak mematikan petani," terangnya.
Ditanya soal perbedaan kualitas,
Legislator PBB ini justru menilai bahwa dengan adanya dua kebijakan
pemerintah itu pabrikan tidak akan lagi melihat kualitas tembakau yang
ada. Sebab, kualitas bisa dirancang dan diatur sendiri.
Untuk itu, perlu adanya gebrakan dari
petani, pemerintah daerah dan anggota dewan dari Madura yang ada di DPR
RI untuk memperjuangkan hal ini. [san/kun](beritajatim.com)