"Kami besemangat dan mengharapkan harga terus naik karena bila
musim kemarau berlanjut di atas dua bulan, biasanya getah karet akan
berkurang," kata seorang petani karet di wilayah Kecamatan Talang Empat,
Kabupaten Bengkulu Tengah Mursalin, Selasa.
Ia mengatakan, sejak harga karet anjlok rata-rata di bawah Rp10.000
per kilogram selama ini petani sangat kesulitan, terutama tidak
seimbang dengan biaya pemeliharaan.
Selain itu harga sebilan bahan pokok rata-rata sudah naik, dengan
harga karet slab basah Rp10.000, tidak dapat membeli beras satu cupak
(ukuran 1,5 kilogram).
Bila harga karet di atas Rp17.000 per kilogram, selain dapat
membeli beras satu cupak juga bisa gula dan kopi serta rokok gandum,
ujarnya.
"Kami tidak habis pikir hanya harga karet di Bengkulu yang paling
murah yaitu Rp10.000, sedangkan harga karet di provinsi tetangga masih
bertahan Rp15.000 per kilogram," ujarnya.
"Wajar saja kalau kami petani karet di Bengkulu sulit berkembang
karena rendahanya harga hasil perkebunan karet tersebut," katanya.
Kepala Bidang Perdagangan Dalam Negeri Dinas Perindustrian
Perdagangan Koperasi/UKM Provinsi Bengkulu Alwi mengatakan, di Bengkulu
semestinya sudah ada transaksi penuh tersebut karena kebun karet
masyarakat sudah cukup luas.
Di samping itu kualitas karet Bengkulu juga jauh lebih baik bila
dibandingkan dengan karet provinsi tetangga karena petani karet di
Bengkulu sebagian besar dibina oleh petugas kebun inti.
Produk dari kebun masyarakat secara perorangan juga murni, sebab
mereka belum mengerti kecurangan dalam membuat getah karet asalan yang
bisa dicampur dengan tanah, batu dan lainnya.
Sampai saat ini perkumpulan pengusaha karet juga belum ada di
Bengkulu, sehingga informasi akan perkembangan harga karet secara
nasional dana meningkatkan kualitas getah juga terputus, ujarnya.
(es/ES/bd-ant)