BOGOR:Institut Pertanian Bogor sebagai institusi pendidikan siap bekerja sama 
untuk melakukan verifikasi berikut validasi data dengan "Environmental 
Protection Agency" (EPA) Amerika Serikat dalam persoalan emisi karbon 
kelapa sawit.
"Kami siap untuk membuktikan secara bersama-sama 
dengan menggunakan pendekatan ilmiah yang sahih dan dapat 
dipertanggungjawabkan di lapangan terhadap kesahihan angka-angka yang 
digunakan oleh EPA dan pihak-pihak yang tidak sependapat," kata Wakil 
Rektor IPB Bidang Riset dan Kerja Sama Prof Anas M Fauzi di Bogor, Jawa 
Barat, Minggu 6 Mei 2012.
Ia menjelaskan, pemikiran peneliti IPB 
dimaksud juga sudah disampaikan kepada kalangan media massa dalam 
diskusi di Gedung Rektorat IPB, Dramaga, pada Kamis (3/5).
Pada 
pada 27 Januari 2012, EPA merilis "Notice of Data Availability 
Environmental Protection Agency" (NODA), yang menyebutkan bahwa kelapa 
sawit hanya mampu mengurangi emisi gas rumah kaca sebesar 17 persen.
EPA
 mempersyaratkan pengurangan emisi karbon kelapa sawit minimal 20 persen
 agar komoditas itu bisa digunakan sebagai bahan baku biofuel di negara 
tersebut.
Untuk itulah, kata Anas M Fauzi, IPB memberikan 
tanggapan tentang penggunaan minyak sawit sebagai bahan baku biodiesel 
dan minyak diesel yang dapat diperbaharui di bawah program "Renewable 
Fuel Standard (RFS)" di AS.
Sementara itu, peneliti IPB Prof Budi
 Indra Setiawan menambahkan, secara umum IPB menyimpulkan berdasarkan 
hasil penelaahan bahwa sejumlah asumsi dan data yang digunakan oleh EPA 
mungkin perlu ditinjau kembali.
Beberapa kesimpulan penting 
tanggapan IPB atas EPA di antaranya, areal lahan yang diperuntukkan 
untuk perkebunan kelapa sawit adalah 55 persen berasal dari 
"non-forest", di mana 28 persen yang apabila dirinci lebih dalam, 
mayoritas berasal dari kawasan hutan yang sudah rusak, dan hanya dalam 
persentase kecil yang berasal dari "primary forest".
Kemudian, 
hasil perhitungan emisi CO2 yang dilakukan oleh tim IPB adalah sebesar 
50 ton C02/hektare/tahun yang setara dengan reduksi 28 persen emisi.
"Angka ini lebih tinggi dari yang dipersyaratkan EPA sebesar 20 persen emisi," katanya.
Dengan
 demikian, kata dia, kelapa sawit menjadi bahan yang aman untuk 
digunakan sebagai bahan biodisel dibandingkan dengan bahan penghasil 
minyak nabati lainnya dan telah memenuhi RFS.
Karena itu, kata 
Budi Indra Setiawan, adalah tidak benar bahwa dalam pengelolaan 
perkebunan kelapa sawit di Indonesia tidak memperhatikan aspek 
lingkungan.
Dikemukakannya bahwa berdasarkan praktik-praktik pengelolaan di lapangan sudah mengarah kepada pengelolaan berkelanjutan.
"Dan saat ini Indonesia telah memiliki komitmen untuk menerapkan ISPO (Indonesian Sustainable Palm Oil)," katanya.
Wakil Rektor IPB Anas M Fauzi menambahkan, hasil penelitian IPB dimaksud telah dikirimkan ke EPA di AS.
"Dan
 IPB berharap lembaga tersebut mau menjadikannya sebagai acuan karena 
dilakukan lewat penelitian yang sahih," katanya.(antara)/Eksp

 sudah lihat yang ini (klik aja)?
 sudah lihat yang ini (klik aja)? 
 
 
 
