Apa dasar BI yang mengeluarkan aturan tersebut?
Ternyata optimisme masyarakat terhadap 
kondisi perekonomian di Tanah Air dikhawatirkan memberikan euphoria 
masyarakat yang berlebihan untuk mengajukan kredit konsumsi. Khususnya 
untuk kedua kredit yaitu kredit otomotif dan KPR.
Gubernur BI Darmin Nasution dalam Kajian
 Stabilitas Sistem Keuangan Maret 2012 mengungkapkan telah terjadi 
Peningkatan indeks keyakinan konsumen yang didorong oleh optimisme 
konsumen terhadap kondisi ekonomi saat ini.
"Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) selama 
Semester II 2011 terus meningkat dan menjadi pencapaian IKK tertinggi 
sejak tahun 2009 yang didorong oleh optimisme konsumen terhadap kondisi 
ekonomi saat ini. Sampai dengan laporan ini dibuat, angka IKK ini masih 
terus meningkat dan tercatat meningkat 2,6 poin menjadi 119,2 pada 
Januari 2012," papar Darmin, Jumat (18/5).
Pada sisi lain, Darmin menyampaikan 
kredit perbankan kepada rumah tangga terus menunjukan tren yang 
meningkat, pada posisi Desember 2011 kredit sektor rumah tangga tercatat
 sebesar Rp 422,9 triliun atau tumbuh 33,23% (yoy). Sementara itu, non 
performing loans (NPL) atau kredit macet menunjukkan tren yang menurun 
dengan rasio relatif rendah yaitu 1,42% posisi Desember untuk perbankan 
pada umumnya.
Meningkatnya keyakinan konsumen dan 
adanya tambahan likuiditas rupiah karena capital outflow, mendorong 
pertumbuhan kredit yang tinggi terutama di sektor konsumsi. Berdasarkan 
jenisnya, kredit kepada sektor rumah tangga sebahagian besar (46,68%) 
ditujukan untuk pembelian perumahan (KPR) diikuti oleh kredit untuk 
pembelian kendaraan (24,99%), kredit multiguna (24,9%) dan lainnya.
"Meski rasio NPL kredit perumahan dan 
kendaraan bermotor ini masih relatif rendah yakni masing-masing 0,9% dan
 0,8% untuk posisi Desember 2011, namun dengan tren penurunan suku bunga
 saat ini serta meningkatnya optimisme masyarakat terhadap kondisi 
perekonomian, dikhawatirkan akan terjadi euphoria masyarakat yang 
berlebihan dalam mengajukan kredit konsumsi," paparnya.
Hal tersebut, sambung Darmin sangat 
mungkin terjadi karena didukung oleh perilaku bank yang cenderung 
bersikap pragmatis dengan lebih memilih menyalurkan kredit konsumsi.
"Untuk mencegah hal tersebut, perlu 
dipertimbangkan adanya countercyclical measurement yang dapat mengurangi
 tingginya pertumbuhan kredit perumahan dan kepemilikan kendaraan 
bermotor tersebut," tutup Darmin.
Ketentuan minimal DP 30% pada KPR diatur
 dalam Surat Edaran (SE) BI Nomor 14/10/DPNP per 15 Maret 2012 tentang 
penerapan manajemen risiko pada bank yang melakukan pemberian kredit 
kepemilikan rumah (KPR) dan kredit kendaraan bermotor (KKB).
Aturan ini berlaku efektif 15 Juni 2012,
 berlaku untuk rumah dengan tipe di atas 70 meter persegi atau tak 
berlaku bagi konsumen yang akan membeli rumah tipe 60, 45, atau pun 
hanya 36 maka tak akan berpengaruh termasuk kredit rumah subsidi atau 
FLPP.
Kebijakan tersebut dilakukan melalui 
penetapan besaran Loan to Value (LTV) untuk KPR. LTV merupakan angka 
rasio antara nilai kredit yang dapat diberikan oleh Bank terhadap nilai 
agunan pada saat awal pemberian kredit.
Sebagai ilustrasi misalkan saja harga 
rumah Rp 100 juta. Maka bank maksimal dapat memberikan pembiayaan Rp 70 
juta seiring dengan rasio LTV yang sebesar 70%. Oleh karena itu, nasabah
 mesti mempunyai dana sekitar Rp 30 juta untuk DP atau self financing.
Sementara itu, BI juga membatasi uang 
muka (down payment/DP) kredit motor minimal 25% dan mobil 30% di 
perbankan. Sementara itu kementerian keuangan membatasi DP kredit 
kendaraan di perusahaan multifinance atau leasing minimal 20% untuk 
motor dan 25% untuk mobil. Berarti batasan ini lebih rendah dari DP 
lewat bank.
Batasan DP minimal untuk perusahaan 
leasing diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 
43/PMK.010/2012 tentang Uang Muka Pembiayaan Konsumen Untuk Kendaraan 
Bermotor Pada Perusahaan Pembiayaan.(andalas)

 sudah lihat yang ini (klik aja)?
 sudah lihat yang ini (klik aja)? 
 
 
 
