Medan. Akibat penggarapan lahan HGU oleh
warga, PT Perkebunan Nusantara (PTPN) 2 mengalami kerugian hingga
berkisar Rp 12 miliar. Kerugian ini berasal dari penurunan produksi
Pabrik Gula (PG) Sei Semayang untuk masa giling 2012. Tidak hanya itu,
ribuan karyawan juga terancam PHK (pemutusan hubungan kerja).
“Bagaimana tidak rugi,
lahan yang digarap mayarakat itu berkisar 300 hektare. Nah, jika satu
hektare lahan bisa menghasilkan 5 ton gula berarti kehilangan
produksinya mencapai 1.500 ton.
Dengan harga jual gula sekira Rp 8.000
per kg, maka tingkat kerugian yang dialami pihak perusahaan dalam hal
ini PTPN 2 dari Pabrik Gula Sei Semayang mencapai Rp 12 miliar. Itulah
yang terjadi untuk musim giling tahun ini,” kata Ketua Serikat Pekerja
(SP) Merdeka Kebun Sei Semayang Susianto kepada wartawan, Sabtu (19/5)
di Medan.
Didampingi unsur Ketua SP Perkebunan Sarjana Barus,
Eka Damayanti dan Ketua SP Merdeka bagian Pabrik Gula Sei Semayang
Nurhidayatullah, Susianto mengatakan, untuk satu musim giling PG Sei
Semayang memproduksi gula pasir antara 25.000 hingga 30.000 ton dari
luas kebun tebu Sei Semayang 5.276,64 hektare.
Namun, kata dia,
akibat kurangnya bahan baku, para karyawan juga mengalami pengurangan
pendapatan. Itu karena pabrik gula stop lebih awal dari jadwal
seharusnya. Para pekerja tidak lagi mendapat upah lembur. “Seharusnya
awal Juli baru penggilingan selesai, namun karena kekurangan bahan baku,
maka awal Mei lalu pabrik gula Sei Semayang sudah stop giling,”
ujarnya.
Ditambahkan Nurhidayatullah, para pekerja PG Sei
Semayang ada sekitar 800 orang yang saat ini mengalami pengurangan
pendapatan karena tidak ada lembur. “Bagaimana nasib keluarga kami bila
masalah ini terus berlanjut? Bukan tidak mungkin, tahun depan kebun
Kuala Madu juga akan mengalami nasib yang sama bila bahan baku semakin
berkurang,” kata dia.
“Kami juga terancam PHK karena lahan
perkebunan yang kami kerjakan banyak digarap masyarakat. Hingga Awal Mei
2012 ada sekira 300 hektare yang digarap warga,” jelasnya lagi.
Tanaman
tebu yang dirawat kata dia, dirusak penggarap dengan cara dibabat,
diracun dan ada juga dijadikan tempat penggembalaan ternak. Akibatnya,
bahan baku untuk pabrik gula Sei Semayang berkurang.
Susianto
mengatakan, selain kehilangan upah lembur, para karyawan di lapangan
yang jumlahnya sekira 6.000 orang juga merasa terancam oleh para
penggarap. “Bagaimana kami bisa bekerja dengan nyaman, sementara ada
kelompok yang mengintimidasi kami saat di lapangan,” ujarnya.
Dijelaskan
Susianto, lokasi HGU PTPN II yang digarap warga ada di beberapa daerah
yakni di Binjai Selatan (Bakti Karya) dan Binjai Timur (Tunggorono),
sedangkan di wilayan Deli Serdang yakni di Mencirim, Kutalimbaru,
Kampung Tanjung, Silebu-lebu dan Namorumbe.
Penggarapan ini
katanya sudah berlangsung lama dan sudah dilaporkan kepada pihak-pihak
yang berkompeten, namun belum ada tindakan tegas. Bahkan akibat bentrok
di lapangan antara penggarap dengan karyawan yang berupaya
mempertahankan lahan HGU perusahaan, sudah ada jatuh korban. Seperti
yang dialami karyawan, Suheri saat berpatroli di lapangan, dia diserang
sekelompok orang.
Hingga kini, Suheri tidak berani kembali ke
lapangan akibat trauma dan merasa terintimidasi. Akibat ketegangan yang
terjadi di lapangan, karyawan tidak lagi nyaman bekerja. “Bila
penggarapan terus terjadi, ribuan karyawan lapangan terancam kehilangan
pekerjaan. Karyawan punya legalitas yang jelas dalam melaksanakan
pekerjaannya, tapi karena ulah penggarap yang tidak punya legalitas,
karyawan jadi korban,” kata dia.
“Dan bila itu berlanjut, apa
yang harus kami perbuat? Kita tak ingin jatuh korban lebih banyak lagi,
hendaknya pemerintah dan pihak-pihak yang berkompeten turun tangan
menyelesaikan masalah ini hingga karyawan pun bisa bekerja kembali
dengan nyaman dan tentram,” harap mereka. (junita sianturi)