Jember - Di tengah kontroversi 
industri rokok, Kabupaten Jember, Jawa Timur, memantapkan diri untuk 
menjadi pusat pertembakauan. Alokasi dana bagi hasil cukai digunakan 
untuk kepentingan yang langsung menyentuh petani tembakau.
"Kabupaten
 Jember merupakan pengekspor terbesar tembakau untuk Indonesia. Dari 34 
persen ekspor dunia dari Indonesia, 25 persen dari Jember," kata Kepala 
Dinas Perkebunan dan Kehutanan Totok Haryanto.
Sejak lama Jember 
dikenal sebagai eksportir tembakau Besuki na-oogst (NO) untuk bahan 
cerutu di Eropa. Namun saat ini, tembakau voor-oogst kasturi Jember juga
 mulai naik daun di pasar ekspor. "Jember dicanangkan jadi tobacco 
center, Insya allah tahun ini," kata Totok.
Pernyataan Totok tak 
berlebihan. Menurut data resmi dari Disbunhut tahun 2011, di Jember 
terdapat 2.613 hektare tanaman tembakau NO, 9.791 hektare VO kasturi, 
1.663 hektare VO rajang, dan 182 hektare Virginia white burley. Khusus 
yang terakhir, tahun 2012 akan ada pengembangan.
"Pabrikan 
bekerjasama dengan petani dengan cara memberikan bantuan. Perjanjian 
kerjasama sekitar 400 hektare, dan petani diberi bantuan modal dan bibit
 untuk white burley," kata Totok. Kenaikan luas areal white burley 
diperkirakan akan menggeser lahan tembakau NO di beberapa kecamatan.
Dari
 sisi produksi, Jember memproduksi 37.676 ton tembakau NO, 108.975 ton 
VO kasturi, 14.942 ton VO rajang, dan 1.674,5 ton white burley. "Dengan 
variasi tanaman sedemikian banyak, Jember benar-benar jadi tobacco 
center," kata Totok.
Kendati produksi tembakau di Jember cukup 
besar, Totok selalu mengingatkan kepada petani agar tak terburu-buru 
menanam dalam jumkah berlebih. Ia khawatir, karena tertarik dengan 
besarnya keuntungan yang diraup tahun 2011, petani cenderung berlebihan 
menanam tembakau.
"Jangan sampai tahun 2012 terlena, sehingga 
menanam banyak terjadi over. Kita harus hati-hati, dan tahu berapa 
kemampuan gudang-gudang mau beli tembakau tersebut, sehingga kita bisa 
hitung butuh berapa hektare," kata Totok.
Tahun ini, menurut 
Totok, NO mengalami penurunan nilai di pasar jika dibandingkan kasturi. 
Ini dikarenakan ketidakjelasan harga dari eksportir kepada petani. "Ini 
berbeda dengan kesturi. Asosiasi VO Kasturi memberi analisis usaha tani 
kepada gudang (pabrikan). Jangan sampai membeli (dengan harga) di bawah 
(analisis) ini atau sama dengan ini, karena berarti membunuh petani," 
katanya. [wir](beritajatim.com)

 sudah lihat yang ini (klik aja)?
 sudah lihat yang ini (klik aja)? 
 
 
 
