MEDAN- Volume ekspor karet Provinsi Sumatera Utara mulai Januari hingga November 2011 naik 5,4 persen dibandingkan periode sama tahun lalu atau mencapai 495.046.042 kilogram.
"Kenaikan volume ekspor itu menggembirakan dan diperkirakan tahun 2012 ini akan naik lagi karena kebutuhan meningkat meski dampak krisis global masih dirasakan," kata Sekretaris Eksekutif Gabungan Perusahaah Karet Indonesia (Gapkindo) Sumut, Edy Irwansyah, di Medan, Senin 2 Januari 2012.
Kenaikan volume ekspor di tahun 2011 itu semakin menggembirakan karena secara total nilai eskpor komoditas itu juga naik meski harganya sempat anjlok dalam beberapa bulan terakhir 2011.
Nilai ekspor yang naik itu dipicu melonjaknya harga jual sejak awal tahun yang berada di kisaran 4 dolar AS per kg "Tetapi meski anjlok, harga jual nyatanya tidak sampai di bawah 3 dolar AS per kg seperti yang dikhawatirkan menyusul melemahnya permintaan dan terjadinya tekanan harga jual akibat krisis ekonomi di Amerika Serikat dan Eropa," katanya.
Dia mengakui hingga untuk pengapalan Januari 2012, harga ekspor karet Indonesia jensi SIR 20 masih bertahan di kisaran 3 dolar-an atau 3,2 dolar AS per kg dan bahkan untuk transaksi di Februari turun menjadi 3,243 dolar AS per kg.
"Tetapi menurut perkiraan, harga karet bisa naik lagi karena harga minyak mentah diduga akan naik pada awal tahun ini, katanya.
Kenaikan harga minyak mentah biasanya membuat harga karet alam terdongkrak naik akibat pembeli beralih ke karet alam ketimbang karet sintesis yang akan semakin mahal.
Pedagang karet di Sumut, M. Harahap, mengatakan, harga bahan olah karet (bokar) di pabrikan masih bertahan rendah di kisaran Rp25.200 - Rp27.200 per kg akibat masih rendahnya harga ekspor.
Pasokan getah karet dari petani sendiri masih ketat yang dipicu produksi yang turun dan libur akhir tahun 2011, katanya.
Petani karet di Labuhan Batu Selatan, K Siregar, menyebutkan, stok getah petani semakin tipis karena musim hujan membuat penderesan terganggu.
Stok yang sedikit dan harga jual yang cenderung tetap murah di kisaran Rp13.000 - Rp15.000 per kg itu membuat petani masih khawatir.
"Kalau harga terus anjlok hingga tahun ini, petani jelas semakin kesulitan.Apalagi ada kemungkinan harga berbagai barang kebutuhan semakin mahal," katanya.
Dia mengakui, meski dewasa ini petani kesulitan, tetapi masih lebih baik dibandingkan pada saat krisis moneter di tahun 1997/1998 dimana saat itu bokar tidak laku dijual meski dengan harga murah menyusul anjloknya harga dan permintaan ekspor.(antara)/EKSP
No comments:
Post a Comment