MEDAN – Pengusaha kelapa sawit di Sumatera Utara (Sumut) kecewa dengan  kenaikan bea keluar (BK) crude palm oil (CPO) pada Februari.Tarif bea  keluar untuk Februari 2012 yang ditetapkan pemerintah sebesar 16,5%.
BK  ini naik dari Januari 2012 yang sebesar 15%. Bendahara Gabungan  Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) Sumut, Laksamana Adiyaksa  mengaku kecewa. Sebab, kenaikan tersebut semakin memberatkan pengusaha  dan petani, lantaran ketidakpastian biaya ekspor.Pemerintah dianggap mau  menang sendiri dengan kebijakan ini.
Berdasarkan Peraturan  Menteri Keuangan No 67/2010 tentang Penetapan Bea Keluar berdasarkan  harga referensi yang dihitung dari rata-rata harga CPO di Rotterdam,  Belanda, satu bulan sebelumnya. Diketahui, harga referensi crude palm  oil untuk bulan Februari 2012 sebesar USD1.073 (metrik ton).
“Dengan  kenaikan harga CPO, sebagai pengusaha kita sebenarnya tidak untung,  tapi pemerintah (yang untung).Walau begitu, pengusaha tidak keberatan  membayarnya karena merupakan regulasi,” ujarnya,kemarin. Laksamana  mengatakan, bea keluar dianggap pengusaha sebagai biaya produksi.Harga  beli ke eksportir akan dikurangi karena ada bea keluar tersebut. “Kalau  harga USD 15.000 per metrik, maka beanya sekitar 15%. Ini membuat harga  tak stabil,”tuturnya.
Dengan beban harga bea keluar tersebut,  lanjut Laksamana, tak membuat petani merasa untung.Sebaliknya,harga  sawit mereka menurun.Hal ini terjadi karena secara langsung biaya  produksi pengusaha yang bertambah dan dimasukkan ke harga beli  petani.“Pajak naik,harga pembelian kita murah. CPO naik,pajak jadi  naik,” terangnya. Laksamana berharap, seharusnya dengan kenaikan bea  keluar ini, pemerintah lebih memperhatikan infrastruktur di Sumut yang  saat ini semakin rusak.Tapi kenyataannya,infrastruktur di Sumut sangat  jelek karena tidak ada perbaikan.
Padahal,perusahaan turunan CPO cukup banyak beroperasi di Sumut. Namun, kontribusi bea keluar terhadap penerimaan dan pembangunan  daerah di Sumut masih minim. Hal itu karena pendapatan pajak khusus  untuk kebun masih dikelola pusat. “Untuk itu, pemerintah pusat juga  harus memikirkan perkembangan infrastruktur Sumut dalam membuat  regulasi. Pungutan bea keluar selama ini tidak memberikan hasil maksimal  karena masyarakat tidak menikmati. Jangan sampai karena masalah ini  pelaku usaha menjadi malas. Pungutan yang tidak berdasar harus  dipikirkan matang-matang,”terangnya.
Sementara itu,  pengamat ekonomi dari Universitas Negeri Medan (Unimed),M Ishak  mengatakan, dalam melihat suatu regulasi seharusnya melihat dahulu latar  belakangnya. “Pemerintah sih memang mau menang sendiri.Artinya,setiap  kebijakan yang diambil,jarang sekali dilakukan berdasar sebuah kajian  lebih dahulu. Jadi ya sangat temporer,”tuturnya. Dia menilai, kalau  pihak swasta merasa keberatan,karena kenaikan bea eluar itu membuat  harga CPO naik.
“Bagaimana dengan kolega mereka di sana? (luar  negeri). Dan bagaimana pula dengan keberlangsungan usaha pengusaha  kita?” tanyanya. Jadi intinya, kata Ishak, pemerintah harus lebih berani  untuk membuka diri atau mentransfer apa yang dimilikinya agar pengusaha  juga sangat mengerti kondisi nyata pemerintahnya.
Editor: PRAWIRA SETIABUDI
(dat03/sindo)Wpd-o

 sudah lihat yang ini (klik aja)?
 sudah lihat yang ini (klik aja)? 
 
 
 
 
No comments:
Post a Comment