Quote:
dokumentasi "VERSI" elektronik-ku ini bermaksud membiasakan menggunakan " LESS PAPER " ,serta "PENGHORMATAN ATAS KEBEBASAN BERPENDAPAT,BEREKSPRESI,& BERKREASI," utk menyampaikan informasi,dalam "AKTIVITAS HARIAN".. beberapa "ada" yang dikutip dari berbagai sumber yang *inspiratif* jika ada yg kurang berkenan mohon dimaklumi,jika berminat utk pengembangan BloG ini silahkan kirim via email. mrprabpg@gmail.com...Thank's All Of You

running text

Search This Blog

sudah lihat yang ini (klik aja)?

Monday, November 18, 2013

Ekspor Sawit Tanpa ISPO akan Dilarang

Medan. Pemerintah berencana memberlakukan ketentuan larangan ekspor bagi produk sawit yang tidak mengantongi sertifikat Indonesia Sustainable Palm Oil (ISPO).        
"Wacana larangan ekspor produk sawit yang tidak bersertifikat (ISPO) menunjukkan keseriusan pemerintah Indonesia memenuhi tuntutan negara konsumen akan produk dan perkebunan sawit berkelanjutan. Karena memenuhi keinginan itu, maka wajar juga Indonesia menuntut perlakuan yang lebih dari konsumen," kata Wakil Menteri Perdagangan, Bayu Krisnamurthi, seusai pembukaan The 11th Roundtable Meeting on Sustainable Palm Oil (RT11), di Hotel Santika Medan, Selasa (12/11).Bayu mengakui hingga saat ini, belum 100% perusahaan perkebunan atau perusahaan industri yang mengantongi sertifikat ISPO. Padahal, sertifikat ISPO bersifat mandatory atau merupakan kewajiban. Berbeda dengan sertifikat RSPO (Roundtable on Sustainable Palm Oil) yang sukarela. "Mungkin baru di sekitar 20 an perusahaan yang sudah memiliki ISPO.

Padahal sudah 110 perusahaan di Indonesia yang sudah ada sertifikat RSPO-nya yang memang sudah diberlakukan sebelum ISPO. Namun, keinginan kuat perusahaan perkebunan dan sawit memenuhi ketentuan RSPO sangat tinggi," katanya.

Keinginan yang sangat tinggi itu terlihat dari areal kebun sawit yang sudah disertifikasi RSPO terus naik atau sudah mencapai 850.000 ha dari 1, 8 juta ha secara total di seluruh dunia dan produksi sawit yang mengantongi sertifikat RSPO 4,6 juta ton dari 9,3 juta ton.

"Jadi Indonesia bukan hanya sebagai produksi dan pengekspor CPO terbesar dunia, tetapi juga terus paling menunjukkan keseriusan memenuh kriteria sawit berkelanjutan," katanya.

Untuk itu, kata dia, dalam pertemuan tahunan RSPO ke-11 ini, Indonesia meminta negara konsumen memberikan penghargaan dengan membeli lebih banyak sawit Indonesia dengan harga yang lebih mahal pula. Menurutnya, penghargaan tersebut dinilai tidak mengada-ada, karena nyatanya bukan hanya perusahaan besar, petani Indonesia pun sudah ada yang mengantongi sertifikat RSPO. "Pemerintah memberikan apresiasi kepada Asosiasi Petani Sawit Swadaya Amanah di Riau yang selama ini telah menjadi pemasok buah sawit ke perusahaan Asian Agri," katanya.

Direktur RSPO Indonesia, Dewi Kusumadewi, menyebutkan, keberadaan ISPO semakin membantu RSPO menekan kampanye negatif sawit di pasar internasional. Karena itu, kata dia, RSPO dan ISPO terus menjalin kerja sama, bahkan tahun ini sudah melakukan studi bersama untuk bisa sejalan dalam menerapkan standar kebun dan produk sawit berkelanjutan yang bukan hanya menjadi tuntutan negara konsumen tetapi juga produsen untuk diakui di pasar internasional."Meski tudingan masih ada, tetapi dengan adanya RSPO dan ISPO, penolakan sawit semakin berkurang dan sebaliknya berganti dengan mendukung sawit yang berkelanjutan," katanya.

Dia menjelaskan studi gabungan RSPO-ISPO diinisiasi sebagai bagian dari Sustainable Palm Oil (SPO) Initiative yang diluncurkan oleh Kementerian Pertanian Republik Indonesia, UNDP dan pelaku-pelaku industri dari sektor swasta. Desi menjelaskan, salah satu komponen utama dalam SPO Initiative adalah dibentuknya sebuah wadah multi-stakeholder, di mana para pemangku kepentingan, seperti ISPO dan RSPO dapat berkumpul dan mendiskusikan cara-cara terbaik untuk bekerja sama dalam mewujudkan minyak sawit berkelanjutan di Indonesia.

Petani Sawit Demo RSPO
Sementara di tengah pertemuan RSPO tersebut tampak ribuan massa yang terdiri dari serikat buruh, petani dan masyarakat adat sekitar perkebunan sawit se Sumatera berdemonstrasi di depan pelataran pintu masuk Hotel Santika Dyandra Medan, tempat diselenggarakannya perhelatan tersebut. Ratusan personel polisi dari satuan Shabara Polresta Medan mengawal aksi unjuk rasa tersebut.

Ribuan massa itu menuntut sejumlah permasalahan mengenai nasib 70% buruh di perkebunan sawit yang hanya dipekerjakan sebagai buruh harian lepas dan tidak memiliki kepastian ikatan hubungan kerja dengan pihak perkebunan sawit yang notabene adalah anggota RSPO.

Golan Hasibuan selaku perwakilan dari massa mengatakan bahwa aksi unjuk rasa tersebut bertujuan untuk pertemuan RSPO yang seharusnya membahas masalah mengenai upah buruh dan menolak kebijakan praktik eksploitasi di perkebunan sawit.

"Kami menganggap pertemuan RSPO ini sama sekali tidak ada manfaatnya untuk buruh yang hingga saat ini masih banyak yang mengalami nasib buruk, apalagi permasalahan mengenai konflik tanah (dengan perusahaan perkebunan sawit) yang belum terselesaikan," katanya. (ant/dtf/elvidaris simamora/cw03) MedanBisnis  Rabu, 13 Nov 2013

cari apa aja di OLX

Sponsor By :

TEMBAKAU DELI

Hobies

Momentum