"Komoditi seperti kakao sudah terbebani dengan bea keluar sehingga dalam pengaturannya harus dikecualikan dari pungutan atau kutipan dana perkebunan," kata Sekretaris Eksekutif Askindo Firman Bakri di Jakarta, Rabu (8/2).Cakupan pemangku kepentingan sektor perkebunan yang cukup luas, lanjut dia, akan membuat pelaku usaha pada tiap mata rantai usaha perkebunan harus menanggung beban pungutan yang lebih besar. “P pungutan dana perkebunan pada akhirnya juga hanya akan memperberat beban petani kakao,” jelasnya.
Selain itu, menurut Askindo, penunjukan dewan sebagai satu-satunya pemungut dan pengguna anggaran bisa menimbulkan monopoli yang justru bisa kontraproduktif dengan pengembangan komoditi perkebunan termasuk kakao.
Askindo menyampaikan hal itu karena awal tahun ini pemerintah kembali menggulirkan wacana tentang pungutan wajib bagi pelaku usaha perkebunan untuk mendukung kegiatan promosi dan penelitian.
Menurut Firman, seharusnya pemerintah yang punya tanggung jawab untuk mendukung kegiatan promosi dan penelitian terkait komoditi perkebunan. "Jangan mengalihkannya ke swasta. Dengan maraknya kasus korupsi dan pemborosan anggaran, pengutipan dan pengalihan tanggung jawab ini sangat mencederai rasa keadilan," kata Firman. (ant)
Selain itu, menurut Askindo, penunjukan dewan sebagai satu-satunya pemungut dan pengguna anggaran bisa menimbulkan monopoli yang justru bisa kontraproduktif dengan pengembangan komoditi perkebunan termasuk kakao.
Askindo menyampaikan hal itu karena awal tahun ini pemerintah kembali menggulirkan wacana tentang pungutan wajib bagi pelaku usaha perkebunan untuk mendukung kegiatan promosi dan penelitian.
Menurut Firman, seharusnya pemerintah yang punya tanggung jawab untuk mendukung kegiatan promosi dan penelitian terkait komoditi perkebunan. "Jangan mengalihkannya ke swasta. Dengan maraknya kasus korupsi dan pemborosan anggaran, pengutipan dan pengalihan tanggung jawab ini sangat mencederai rasa keadilan," kata Firman. (ant)
No comments:
Post a Comment