JAKARTA: Asosiasi Kakao Indonesia meminta program gerakan nasional  (gernas) kakao dibenahi, karena program yang berjalan selama 3 tahun itu  tidak efektif, sehingga produksi komoditas itu tidak meningkat, justru  menurun.
Ketua Umum Asosiasi Kakao Indonesia (Askindo) Zulhefi Sikumbang  mengatakan program yang semula berorientasi proyek pengadaan barang,  seperti bibit dan pupuk secara terpusat harus diubah dalam bentuk  pemberdayaan petani.
“Pusat harus lebih mengutamakan bibit-bibit unggul daerah yang dapat  dibudidayakan oleh petani ataupun pemda setempat, karena pada akhirnya  tidak ada beda antara bibit SE dengan bibit dengan mekanisme sambung  pucuk,” ujarnya melalui siaran pers yang diterima Bisnis, Jumat 3 Februari 2012.
Dia menuturkan pemerintah pusat harus mendorong pemerintah daerah untuk  memobilisasi tenaga-tenaga penyuluh mereka untuk meningkatkan interaksi  dengan petani.
Melalui peningkatan interaksi diharapkan akan terjadi transfer pengetahuan dari penyuluh lapangan kepada petani.
Zulhefi menambahkan program pengadaan pupuk khusus yang tidak  berkelanjutan supaya dievaluasi dan diganti dengan penguatan petani  untuk menghasilkan pupuk organik yang bermanfaat bagi mereka.
Hal lain yang harus dilakukan, katanya, pemerintah perlu memberi  insentif untuk mendorong petani supaya mem-fermentasi biji kakao yang  telah dipanen.
Beberapa persoalan kakao, lanjutnya, itu seperti penurunan produksi  kakao. Produksi kakao pada 2010 sebanyak 575.000 ton turun menjadi  450.000 ton pada 2011.
Penurunan produksi itu disebabkan kakao merupakan tanaman yang sensitif  dan memerlukan perawatan yang intensif. Pada saat kondisi hujan  sepanjang 2011 dan perawatan kurang memadahi menyebabkan tanaman kakao  mudah terserang hama dan penyakit.
“Sayangnya kondisi alam yang memang sulit untuk dikendalikan tidak  diimbangi dengan kesigapan tenaga-tenaga penyuluh lapangan. Akibatnya  tidak ada yang selalu memotifasi petani untuk merawat tanaman dan  memberikan solusi atas permasalahan mereka,” jelasnya.
Zulhefi menilai jika dilihat pada rentang waktu pelaksanaan program  gernas kakao, seharusnya saat ini sudah ada output yang bisa  mempengaruhi produksi kakao Indonesia. Gernas kakao sudah dilaksanakan  selama 3 tahun, tetapi tidak mampu meningkatkan produksi, justru  produksi turun. Anggaran gernas kakao tahun ini Rp500,4 miliar.
Beberapa permasalahan dalam implementasi Gernas Kakao seperti  ketidaksesuaian antara program dengan kebutuhan di lapangan. Pengadaan  bibit yang dikatakan unggul dengan harga relatif mahal dianggap akan  menyelesaikan permasalahan banyaknya tanaman tua dan terserang  hama-penyakit. Sehingga faktor  penguatan motifasi petani dan transfer  knowledge terkesan diabaikan.
Dia memamaprkan mega proyek pengadaan bibit unggul secara besar-besaran  terkesan sangat dipaksakan dan tergesa-gesa. Pada saat awal  implementasi pengadaan bibit SE untuk kakao baru pertama kali diuji  lapangan di Ekuador dalam jumlah yang relatif kecil.
Menurutnya, pengadaan pupuk formula khusus untuk daerah tertentu,  keberlanjutannya baik dalam bentuk program maupun secara bisnis tidak  dapat dipertahankan. Akibatnya petani menjadi kesulitan untuk memperoleh  pupuk sebagaimana dimaksud.(bas)/B-I

 sudah lihat yang ini (klik aja)?
 sudah lihat yang ini (klik aja)? 

 
 
 
 
No comments:
Post a Comment