MEDAN: Permintaan kakao ke Indonesia khususnya Sumatera Utara masih tetap  tinggi di tengah harga jual di pasar internasional yang tren melemah  atau sekitar Rp21.000 per kilogram.
"Meski pasokan dari sentra  utama kakao dunia yakni Pantai Gading meningkat karena masa panen,  tetapi permintaan kakao ke Indonesia termasuk Sumut masih kuat," kata  eksportir kakao Sumut, Andryanus Simarmata, di Medan, Jumat 24 Februari  2012.
Pantai Gading adalah negara produsen utama kakao di dunia selain Ghana dan Indonesia.
Eksekutif  PT Sarimakmur Tunggal Mandiri itu mengatakan, meski ekspor kakao  Indonesia selalu dikenakan potongan harga (diskon) dengan alasan mutu  kurang bagus, nyatanya produk Indonesia itu tetap dicari.
"Kalau  importir mau jujur, kakao Indonesia seperti halnya kopi, memiliki  kekhasan rasa tersendiri dan termasuk menjadi campuran utama di  pembuatan produk jadi industri," katanya.
Namun dia mengakui, harga kakao di pasar internasional sangat mempengaruhi harga di pasar lokal.
Harga  kakao yang tren melemah di pasar internasional dewasa ini atau di  kisaran Rp21.000 per kg itu membuat harga kakao di pasar di pabrikan  lokal tinggal Rp20.000 per kg.
Padahal di 2011, harga kakao cukup mahal di kisaran Rp27.000 Rp28.000 per kg mengikuti mahalnya harga ekspor.
"Tetapi  meski permintaan dari pasar internasioanl tetap kuat, eksportir  kesulitan memenuhi permintaan karena pasokan dari petani semakin ketat,"  kata Andry.
Pasokan ketat dari petani merupakan dampak produksi yang tidak banyak akibat faktor cuaca yang masih juga tidak menentu.
Kepala  Badan Pusat Statistik Sumut, Suharno, mengatakan, nilai ekspor kakao  Sumut menunjukkan tren menguat tetapi lebih disebabkan kenaikan harga  jual.
Pada 2010, nilai ekspor kakao itu naik 16,77 persen dibandingkan periode sama 2009 atau mencapai 163,909 juta dolar AS(Ant/Eksp)

 sudah lihat yang ini (klik aja)?
 sudah lihat yang ini (klik aja)? 
 
 
 
 
No comments:
Post a Comment