|  | 
| HarianOrbit : hama-dan-penyakit-pada-tanaman-karet | 
Medan- :Gabungan Perusahaan Karet Indonesia Sumatera Utara  mengkhawatirkan terjadinya penurunan nilai devisa karet pada tahun ini  akibat harga ekspor lebih murah dari tahun lalu atau di kisaran 3 dolar  AS per kilogram.
“Nilai devisa Sumut dari golongan barang itu pada tahun ini  diperkirakan di bawah realisasi 3,498 miliar dolar AS seperti yang  tercatat di data BPS (Badan Pusat Statistik) Sumut,” kata Sekretaris  Eksekutif Gapkindo Sumut, Edy Irwansyah, di Medan, Kamis.
 Padahal tahun lalu dengan realisasi 3,498 miliar dolar AS itu, devisa  masih bertumbuh cukup besar atau mencapai 46,30 persen dari tahun 2010  yang masih 2,391 miliar dolar AS.
 Dampak krisis ekonomi di Amerika Serikat dan Eropa yang masih  dirasakan hingga dewasa ini diperkirakan tetap membuat permintaan dan  harga ekspor melemah dan itu mempengaruhi nilai devisa dari golongan  barang tersebut.
 Tahun lalu, meski dampak krisis dirasakan, tetapi terjadi di akhir  tahun, sementara sebelumnya harga jual sangat bagus di kisaran 4 dolar  AS per kg sehingga memicu penerimaan devisa yang sangat besar dari karet  dan barang dari karet Sumut.
 Selain harga, volume penjualan Karet Sumut juga meningkat 4,64 persen.
 Tahun 2011, volume ekspor karet Sumut mencapai 537.668.859 kilogram dari 2010 yang masih 513.811.852 kilogram.
 Dia mengakui, ekspor karet Sumut sebagian besar bahan bakunya dari  daerah lain seperti Jambi, Sumatera Barat dan Riau, karena produksi  Sumut menurun akibat areal yang menyusut dan produktivitas rendah akibat  tanaman tua.
 Berdasarkan data Direktorat Jenderal Perkebunaan, produksi karet  Sumut pada 2009 sebanyak 382.073 ton yang berasal dari lahan seluas  461.143 hektare.
 Pedagang karet di Sumut, M. Harahap, mengatakan, harga bahan olah karet (bokar) di petani masih di kisaran Rp14.000 per kg.
 Pasokan getah karet dari petani sendiri semakin ketat karena masih dilanda musim kering.
 Pasokan yang ketat dan harga yang masih bertahan rendah itu mengkhawatirkan pedagang dan termasuk petani.
 “Kalau harga masih murah, petani jelas semakin kesulitan karena harga  karet tidak lagi bisa setara dua kilogram beras yang terus naik,”  katanya.
 Dia mengakui, meski dewasa ini petani kesulitan, tetapi masih lebih  baik dibandingkan pada saat krisis moneter di tahun 1997/1998 dimana  saat itu bokar tidak laku dijual meski dengan harga murah menyusul  anjloknya harga dan permintaan ekspor.(Orbit)

 sudah lihat yang ini (klik aja)?
 sudah lihat yang ini (klik aja)? 
 
 
 
 
No comments:
Post a Comment