Medan. Petani kelapa sawit di Indonesia  termasuk Sumatera Utara (Sumut), terus mendesak pemerintah untuk  membantu sertifikasi lahan. Sebab, hal itu dapat membantu petani  melakukan replanting atau peremajaan pada tanaman kelapa sawitnya  sehingga produktivitas ikut meningkat dan bisa tetap mempertahankan  ekspor minyak sawit dan produk turunannya.                   "Sertifikasi lahan ini  bisa kita jadikan sebagai agunan ke bank dan petani dapat mengakses  permodalan untuk melakukan replanting," ujar Ketua Umum Asosiasi Petani  Kelapa Sawit Indonesia (Apkasindo) Anizar Simanjuntak, Jumat (24/2) di  Medan.
Dikatakannya, dari luas tanaman kelapa sawit 3,8 juta  hektare, sebanyak1 juta hektare tanaman petani sudah harus diremajakan  dan pemerintah harus dapat membantu ini dengan maksimal.
Revitalisasi  ini, kata Anizar, dapat dilakukan dengan menggunakan dana Bea Keluar  (BK) dan pungutan lainnya yang dikutip dan dinikmati pemerintah. Selama  ini, dana itu tidak dikembalikan ke daerah. "Jadi silakan digunakan.  Karena untuk membantu produksi kelapa sawit akan berpengaruh pada nilai  ekspor Sumut," imbuhnya.
Apkasindo bekerjasama dengan Badan  Pertanahan Nasional (BPN) dan Dirjen Perkebunan dengan pilot  project-nya, akan melakukan replanting kelapa sawit yang dipusatkan di  Kabupaten Labuhan Batu sebanyak 912 petani dan Kabupaten Asahan 32  petani dengan luas lahan 3.000 hektare. "Awalnya, replanting ini  diakukan awal 2012 ini, namun banyak kendala sehingga sampai saat ini  belum terealisasi," ujar Anizar.
Secara nasional, Apkasindo  menargetkan produksi crude palm oil (CPO) sekitar 25 juta ton. Sementara  di Sumut mengalami peningkatan sekira 5% dibanding tahun lalu yang  mencapai sekitar 3,2 juta ton. Peningkatan ini didukung oleh penggunaan  klon-klon tanaman unggul serta perawatan sehingga produktivitas dapat  mencapai 15 ton per hektare per tahun. 
Untuk posisi harga TBS di  tingkat petani saat ini, menurut Anizar, masih stabil berkisar Rp  1.500-Rp 1.600 per kg sementara di tingkat pabrik Rp 1.700 per kg atau  naik dibandingkan sepekan lalu dengan harga Rp 1.450 per kg. Harga TBS  ini, juga diproyeksikan stabil sepanjang tahun 2012 atau diharapkan  melonjak hingga Rp 2.000 per kg. 
Apalagi dengan permintaan CPO  yang terus meningkat dari pasar-pasar baru, menjadi peluang bagi petani  memperoleh pendapatan yang lebih banyak.
Kepala Bidang Ekonomi  dan Moneter Kantor Koordinator Bank Indonesia Sumut dan Aceh, Mikael  Budisatrio, mengatakan, bank terus diarahkan untuk mempermudah akses  pembiayaan sektor perkebunan, khususnya perkebunan berskala Usaha Kecil  Menengah dan Mikro (UMKM).
Meski diakuinya, masih ada kendala  soal agunan karena hingga kini banyak petani yang belum memiliki  sertifikat lahan yang seharusnya bisa dijadikan agunan. Namun diharapkan  dengan terbentuknya Perusahaan Penjamin Kredit Daerah (PPKD) akan bisa  menjamin kredit sektor perkebunan di tiga bank yakni BNI, Bank Mandiri  dan Bank Sumut.
Namun untuk memudahkan pembiayaan ke sektor  perkebunan, petani yang lahannya misalnya hanya memiliki Surat Keputusan  (SK) Camat tapi mau ditingkatkan menjadi sertifikat, dapat  mengagunkannya ke bank.
"Untuk kondisi ini, harus ada kesepakatan  antara bank dan si nasabah. Meski ini memang tergantung pada keberanian  dari bank itu sendiri. Karena bank yang akan menanggung jika terjadi  kredit macet," katanya.
Menurutnya, selain dengan menggunakan  akta, petani juga bisa mendapatkan pembiayaan melalui sistem resi  gudang. Di mana petani yang memerlukan kredit dapat menyimpan hasil  pertaniannya dan resi gudang akan mengeluarkan sertifikat dan bisa  dipakai sebagai agunan. BI telah bekerjasama dengan Bappeti dan  mendirikan tiga resi gudang di Sumut yakni Karo, Serdang Bedagai dan  Simalungun. ( elvidaris simamora)/MB

 sudah lihat yang ini (klik aja)?
 sudah lihat yang ini (klik aja)? 
 
 
 
 
No comments:
Post a Comment