JAKARTA : Tanyalah tentang
pisang, pepaya, atau jambu citra kepada Dirut PTPN VIII, Dadi Sunardi.
Dia akan jawab dengan gaya seorang marketing perusahaan buah. Kini dia
sudah menguasai secara detil persoalan buah tropik.
Sama dengan kalau Anda bertanya tentang semen kepada Dirut PT Semen
Indonesia, Dwi Soetjipto, yang sejak membeli pabrik semen di Hanoi dia
punya nama Vietnam Vu Van Qui.
Begitulah, sudah kian banyak Dirut BUMN yang menguasai persoalan
detil bidang usaha masing-masing. Mungkin sudah lebih 80 persen yang
seperti itu. Sudah sangat berbeda dengan suasana masa lalu.
Dulu saya sering menemukan direksi yang tidak bisa menjawab
persoalan detil bidang usaha mereka. Setiap kali saya bertanya detil,
sang Dirut selalu minta stafnya untuk menjawab.
Sejak itu saya minta kalau saya berkunjung ke BUMN hanya direksi
yang boleh hadir di ruang rapat. Direksi tidak bisa lagi bertanya kepada
staf untuk memberikan jawaban.
Saya lihat sekarang ini para direksi umumnya sangat asyik kalau
bercerita tentang usaha masing-masing. Sudah jarang yang kesibukannya
hanya bermanuver politik, baik di lapangan golf, di kafe-kafe, di lobi
hotel, atau di acara-acara politik.
Tentu masih ada satu-dua yang melakukan kasak-kusuk. Tapi segera mudah ketahuan dan terlihat noraknya.
Kini juga kian banyak buku yang terbit mengenai dirut BUMN. Baik
ditulis sendiri maupun yang ditulis orang lain. Bahkan banyak yang best seller.
Seperti buku Ignasius Jonan tentang transformasi kereta api sejak dia
jadi CEO-nya. Juga buku yang ditulis sendiri oleh CEO Telkom, Arief
Yahya. Bahkan dia menulis dua buku, dua-duanya best seller.
Dirut Pelindo II RJ Lino, Angkasa Pura I Tommy Soetomo, tidak
ketinggalan. Belum lama ini terbit juga buku tentang Dirut Bulog Sutarto
Alimoeso. Terakhir, minggu lalu terbit buku yang ditulis sendiri oleh
Vu Van Qui tentang transformasi perusahaan Semen Indonesia.
Buku-buku itu terbit dengan format buku komersial yang didesain
untuk laku dijual di toko buku. Bukan lagi buku-buku dengan format "buku
instansi" yang wajib beli karena tidak akan laku di toko buku.
Tentu saya tidak akan memuji terbitnya buku yang ditulis oleh
pimpinan perusahaan yang perusahaannya sendiri tidak mengalami kemajuan.
Untuk yang seperti itu saya akan memuji kalau mereka memilih bekerja
saja dulu mati-matian untuk memajukan perusahaan. Jangan sampai justru
ada yang menilai "bukunya lebih baik dari kinerjanya".
Atau ejekan lain: bisanya hanya menulis tapi tidak bisa menjalankan yang dia tulis.
Yang harus dinomorsatukan tetaplah "buku asli" yang tidak ditulis
itu: Kinerja. Prestasi. Capaian. Bukan bikin buku, tapi bikin sejarah.
Seberapa pun kecilnya.
Dirut PTPN VIII termasuk yang masih harus bikin sejarah itu: buah
tropik. Yakni bagaimana agar buah tropik menjadi raja di negeri tropik.
Untuk menumbangkan mitos "bagaimana negara tropik dijajah buah tropik
dari negara sub tropik".
Dan Dadi Sunardi, dirut PTPN VIII, sudah memulainya. Bukan "baru
akan". Untuk pisang dia sudah mulai ekspor ke Singapura. Bahkan sudah
empat kali. Dan akan berlanjut. Kini dia sedang finalisasi kontrak
ekspor pisang ke Hongkong. Sebagai rintisan masuk ke pasar besar di
Tiongkok.
Meski baru tahun pertama Dadi sudah berhasil memproduksi 870 ton
pisang. Tahun ini produksi itu akan naik drastis menjadi 65.000 ton. Dan
akan terus meningkat. Kini pisangnya sudah mulai membanjiri
supermarket.
Semoga segera bisa mengalahkan pisang impor. Mohon doa restu. Lima
tahun lagi, insya-Allah, PTPN VIII akan memiliki kebun pisang, jangan
kaget, 5.000 hektar. Melebihi dari yang saya minta tempo hari.
Pisang, dan pepaya, memang bukan tujuan akhir. Tapi pisang dan
pepaya bisa membuat uang lebih cepat. Tahun pertama ini sudah
menghasilkan 53 ton. Dan tahun 2014 akan mencapai 10.000 ton! Dan akan
terus naik.
Dari bisnis baru buah tropik ini PTPN VIII sudah berhasil meraih laba di tahun pertama!
"Mesin cepat pencetak uang" ini akan ditambah dengan satu komoditi
lagi: jambu citra. Inilah jambu air warna merah yang selama ini diimpor
dari Thailand dan membanjiri supermarket kita.
Kini PTPN VIII sudah menanamnya. Bahkan akhir tahun ini sudah bisa
panen pertama. Kerjasama teknologi buah antara PTPN VIII dan Institut
Pertanian Bogor (IPB) sungguh sangat konkrit hasilnya.
Pisang, papaya, dan jambu citra bukanlah tujuan utama. Buah yang
diprioritaskan adalah manggis dan durian. Masing-masing 3.000 hektar.
Penanaman sudah dilakukan tapi manggis dan durian itu baru bisa panen
tahun 2019. Kalau hanya menanam manggis dan durian PTPN VIII bisa rugi
selama enam tahun pertama. Ini terlalu berat.
Untung ada buah yang cepat menghasilkan seperti pisang, papaya, dan
jambu citra. Bahkan kebun pisang ini ternyata lebih menguntungkan
dibanding kelapa sawit.
Tahun depan kalau Anda ke supermarket dan menemukan buah-buah tadi,
insya-Allah, itu bukan buah impor lagi. Itu buah dari sini: Jawa Barat.
Hatur nuhun sadayana!(antara)/(EKSPOSnews)