"Kurang bersahabatnya harga gula sepanjang tahun 2013 diprediksi akan memberikan sentimen negatif bagi perluasan tebu rakyat. Artinya, sulit berharap petani untuk melakukan ekspansi areal," katanya.
Menurut Adig, faktor harga masih menjadi masalah sensitif dan pertimbangan utama bagi petani dalam memilih komoditas agribisnis.
Fenomena tersebut terjadi pada 2013, ketika luas areal budidaya tebu meningkat jadi 82.150 hektare, yang dipicu membaiknya harga komoditas gula sepanjang tahun sebelumnya, yakni berkisar Rp9.500 hingga Rp11.500 per kg.
"Padahal, dalam kondisi normal luas areal budidaya tebu hanya sekitar 73.000-77.500 hektare. Kondisi serupa pernah terjadi pada 2008, yang dipicu membaiknya harga gula setahun sebelumnya. Selain harga, kondisi agroklimat juga mendukung produksi gula jadi melimpah," tambah Adig.
Sebaliknya, harga gula yang kurang bersahabat dan cenderung anjlok terjadi sepanjang 2013, bahkan di bawah Rp9.000 perkilogram sehingga membuat sebagian petani menjerit.
Terkait menurunnya areal tebu, lanjut Adig, PTPN XI terus berupaya mendorong petani agar dapat melaksanakan praktik budidaya terbaik, memberikan perhatian pada kecukupan agroinputs dan implementasi manajemen panen untuk menunjang keberhasilan pengolahannya di pabrik.
Selain itu, untuk mengompensasi kemungkinan penurunan areal tebu rakyat, perseroan juga melakukan sedikit perluasan lahan tebu sendiri dari 19.121 hektare menjadi 19.760 hektare.
Produktivitas juga dipatok tidak kurang 5,74 ton gula per hektare dengan komponen tebu 73,4 ton per hektare dan rendemen rata-rata sebesar 7,64%.
"Dengan asumsi itu, kami optimistis target produksi gula sebanyak 470.588 ton bisa tercapai. Dari produksi itu, sebanyak 220.588 ton gula adalah milik petani dari bagi hasil dan sisanya 250.000 milik pabrik gula," ujarnya.
Ia menambahkan produksi itu diperoleh dari penggilingan tebu sebanyak 6,2 juta ton pada 16 pabrik gula yang dioperasionalkan dengan total kapasitas 42.000 ton tebu perhari.
Adig Suwandi mengakui biaya usaha tani terus mengalami peningkatan, terutama komponen nilai sewa lahan, pemeliharaan di kebun dan manajemen panen. "Kami juga menyiapkan sejumlah jurus untuk mengantisipasi berbagai kemungkinan terkait perubahan dan anomali iklim, baik ekstrem basah maupun kering, antara lain melalui kesiapan infrastruktur kebun, budidaya dan prakondisi tebangan," katanya. (ant )MedanBisnis