MEDAN : Dewan Minyak Sawit Indonesia (DMSI) berharap 
Pemerintah tetap komitmen menjalankan program biodiesel walau kebijakan 
itu diprotes Eropa.
"Program peningkatan penggunaan biodisel 
hingga 10 persen harus tetap dijalankan walau Eropa mulai protes dengan 
dalih khawatir program itu bisa mengganggu pasokan bahan pangan," kata 
Ketua Umum Dewan Minyak Sawit Indonesia (DMSI), Derom Bangun di Medan, 
Rabu 12 Februari 2014.
Kebijakan penggunaan bahan bakar nabati 
(BBN) khususnya minyak sawit mentah atau crude palm oil (CPO) menjadi 
biodiesel yang dicampur dengan BBM solar, bukan hanya menekan 
ketergantungan ekspor CPO.
Tetapi, kata dia juga bisa mengurangi 
kerugian Indonesia dari impor BBM yang selama ini masih cukup besar dan 
termasuk menekan isu negatif sawit.
"DMSI sendiri sudah 
menjelaskan ke berbagai negara seperti Eropa soal kebijakan penambahan 
penggunaan CPO ke biodiesel," katanya.
DMSI sendiri yakin, program peningkatan biodiesel itu tidak mengganggu pasokan untuk pangan mulai minyak goreng hingga mentega.
Keyakinan
 tidak mengganggu pasokan untuk pangan itu akan semakin kuat kalau CPO 
Indonesia sendiri tidak terus mendapat tekanan dari negara pembeli 
khususnya Eropa seperti dewasa ini dengan isu negatif sawitnya.
"Kalau ekspor CPO lancar dengan harga jual yang menguntungkan, tentunya eksportir juga tetap melirik bisnis itu,"katanya.
Terkait
 untuk kelangsungan program biodiesel itu, kata Derom, Pemerintah 
Indonesia memang harus membuat skema yang benar dan kuat mengingat 
penggunaan minyak sawit untuk biodiesel juga sangat tergantung dengan 
harga jual CPO itu sendiri.
Kalau harga CPO terlalu mahal, maka sulit menjadikan produk ke biodiesel.
Untuk
 itu, kata Derom, perlu ada kontrak panjang dengan volume memadai 
terhadap CPO sehingga fluktuasi harga yang sering terjadi tidak langsung
 berdampak pada produksi biodiesel.
Pertamina juga sudah harus 
menambah investasi dalam hal penyediaan tangki pompa biodiesel di SPBU 
termasuk sosialisasi produk itu agar permintaan di dalam negeri juga 
memadai.
"Yang pasti Indonesia tidak boleh kendor dengan protes 
Eropa. Apalagi, Malaysia sendiri juga sudah menyatakan keseriusan 
memperkuat komposisi bahan bakar solar itu," katanya.
Kalau 
Indonesia menaikkan dari B7,5 yang mengandung 7,5 persen biodiesel sawit
 menjadi B10 yang mengandung 10 persen. Maka Malaysia meningkatkan 
penggunaan biodisel di negaranya dari lima persen menjadi 7,5 persen.
Ketua
 Umum Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia (Apkasindo) Anizar 
Simanjuntak menyebutkan memang perlu upaya keras untuk meningkatkan 
harga jual CPO agar harga tandan buah sawit (TBS) juga terangkat.
Harga
 TBS perlu tetap bagus agar petani tetap semangat bertanam komoditas itu
 setelah petani karet kurang berminat menyusul harga jual yang terus 
turun.
Direktur Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi 
Energi (EBTKE) Kementerian ESDM, Rida Mulyana di Jawa Barat, Minggu 
mengakui adanya protes Eropa soal keputusan Pemerintah mendorong 
penggunaan CPO untuk biodiesel.
Selain mengkhawatirkan gangguan 
pasokan CPO untuk pangan, Pemerintah Eropa mengkhawatirkan harga CPO itu
 naik tajam karena dipicu permintaan yang banyak.
Menurut Rida, 
Indonesia sendiri menyadari bahwa perlu antisipasi mengurangi besarnya 
kebutuhan CPO untuk bahan bakar dengan cara terus melakukan penelitian 
terhadap produk lain yang bisa jadi bahan bakar.
Dewasa ini 
misalnya sedang dikembangkan kemiri sunan, tanaman yang menghasilkan 
cukup banyak bahan bakar nabati, tapi memang masih perlu jangka panjang.
"Yang pasti Pemerintah masih fokus pada penggunaan CPO,"katanya.
Menurut dia, Kementerian Keuangan sudah menyetujui formula penghitungan pembelian bahan bakar nabati tersebut oleh PT Pertamina.
Dengan
 kesepakatan penggunaan biodiesel diharapkan realisasi subsidi energi 
tahun ini tidak akan melebihi pagu dalam APBN 2014.(ant)(EKSPOSnews)

 sudah lihat yang ini (klik aja)?
 sudah lihat yang ini (klik aja)? 
 
 
 
