Medan. Penurunan harga karet yang
dipengaruhi melemahnya perekonomian dunia juga membuat permintaan buyer
sepi. Bahkan, sepanjang Januari-April 2012 nilai ekspornya turun hingga
37,02%. Selain itu, ketidakpastian pemulihan ekonomi Eropa, terutama
Yunani serta penurunan harga minyak dunia, juga turut memengaruhi harga
karet di pasaran.
Menurunnya nilai ekspor
karet ditandai terus melandainya harga di bursa Singapura, dimana untuk
pengapalan Juli 2012 seharga US$ 2,86 per kg, Agustus US$ 2,87 per kg,
September US$ 2,88 per kg, dan Oktober US$ 2,88 per kg. Harga karet pada
pengiriman Juni masih sebesar US$ 3,25 per kg. Namun, ini juga sudah
mengalami penurunan dari US$ 3,43 per kg untuk pengapalan akhir Mei 2012
di bursa Singapura. Sedangkan harga bahan olahan karet (bokar)
pabrikan pada Juni sebesar Rp 23.300 - Rp 25.300 per kg. Bahkan pada
pengapalan 1 Juni 2012 harga bokar senilai Rp 25.400 - Rp 27.400 per kg.
Namun harga ekspor karet alam Indonesia yang terus melandai mendorong
harga bokar di pabrikan Sumut anjlok menjadi Rp 21.000 hingga Rp 23.000
per kg.
Sekretaris Gabungan Eksekutif Gabungan Perusahaan Karet
Indonesia (Gapkindo) Sumut, Edy Irwansyah, mengungkapkan, lambannya
pemulihan ekonomi Amerika Serikat (AS) dan Eropa mempengaruhi
permintaan industri ban di luar negeri menjadi berkurang. Harga jual
yang mengalami penurunan ini berdampak negatif pada petani, yang
mayoritas 80% adalah kebun rakyat.
Dia memperkirakan, pada
triwulan II 2012, tidak akan jauh berbeda dengan triwulan I-2012, baik
harga maupun produksi karet. Apalagi jika dikaitkan dengan keadaan cuaca
belakangan ini, paling tidak volume ekspor diperkirakan masih menurun.
Selain itu, tanda-tanda peningkatan harga juga belum terlihat aibat
tekanan krisis ekonomi global. "Cuaca memang cukup berpengaruh terhadap
produksi terutama karena pada saat hujan datang, konsekuensinya petani
tidak dapat menderes. Karena ketika dideres nanti, karetnya akan terbawa
oleh air hujan. Jadi kalau mau kuantifikasi berapa, juga harus melihat
jumlah hari hujan juga," kata Edy, di Medan, Kamis (14/6).
Badan
Pusat Statistik (BPS) Sumut merilis, nilai ekspor komoditas karet
sepanjang tahun 2012 mengalami penurunan sebesar 37,02% dibandingkan
tahun sebelumnya. Selain disebabkan menurunnya harga ekspor, permintaan
terhadap salah satu komoditas unggulan ini dari buyer (pembeli) luar
negeri juga turun.
Nilai ekspor karet dan barang dari karet
mencapai US$ 831,335 juta dengan volume 226.635 ton pada Januari-April
atau turun 37,02% dibandingkan periode yang sama di tahun lalu dengan
nilai US$ 1,32 miliar dan volume 269.885 ton. Kepala BPS, Suharno,
mengungkapkan, komoditas karet dan barang dari karet memang terus
menunjukkan tren penurunan, baik itu nilai maupun volumenya. "Untuk
negara tujuan ekspor karet dan barang dari karet Sumut masih Jepang,
Amerika Serikat, China, Korea Selatan, Kanada dan negara lainnya,"
katanya.
Negara tujuan terbesar ekspor komoditas ini, yakni
Jepang dengan nilai US$ 192,837 juta dan volume 53.933 ton atau turun
31,83% dibandingkan tahun lalu senilai US$ 282,892 juta dan volume
56.693 ton. Kemudian disusul AS senilai US$ 108,479 juta dan volume
26.659 ton atau turun 30,8% dibandingkan 2011 senilai US$ 156,772 juta
dan volume 31.551 ton. Sementara China US$ 73,610 juta dengan volume
20.345 ton, Korea Selatan senilai US$ 49,043 juta dengan volume 13.685
ton atau turun 29,19% dari tahun lalu yang mencapai US$ 69,261 juta dan
volume 13.919 ton, dan Kanada senilai US$ 32,749 juta dan volume 9.119
ton.
Selain mengekspor karet dan barang dari karet, sepanjang
tahun 2012, Sumut juga tetap menerima impor senilai US$ 46,780 juta dan
volume 23.679 ton. Namun berbeda dengan ekspor yang mengalami penurunan,
impor Sumut karet dan barang dari karet justru mengalami kenaikan
15,04% dibandingkan tahun lalu senilai US$ 40,665 juta dan volume 21.199
ton. Negara pengimpor karet dan barang dari Indonesia adalah Malaysia,
China, Jepang, Thailand dan Korea Selatan serta negara lainnya.
(elvidaris simamora)/MB