( Soedjai Kartasasmita mem-Visualisasi-kan situasi perkebunan di Kantor BKS-PS/Foto ;Prabudi Gunawan ) |
Prestasi yang membanggakan ini sekaligus menjadi tantangan bagi Indonesia untuk lebih mengembangkannya lagi, serta memecahkan bermacam persoalan yang ada.
Kolaborasi prestasi dan tantangan di atas telah disadari oleh para pelaku industri kelapa sawit. Pertumbuhan industri kelapa sawit terasa semakin pesat belakangan ini, katanya. Ini adalah kesempatan sekaligus tantangan baru bagi dunia ekonomi.
Perkembangan menjanjikan industri kelapa sawit Indonesia ditunjukan dengan produksi CPO rata-rata mencapai 23,5 juta ton per tahun. 16,5 juta ton diantaranya diekspor ke sejumlah negara di dunia, terutama AS dan Eropa.
Karena kebutuhan dalam negeri terus meningkat, maka diharapkan tahun 2020 Indonesia mampu memproduksi 40 juta ton CPO per tahun. Untuk sampai kesana tentu harus melakukan managemen lahan yang baik dan benar, tambahnya.
Selain itu juga teknologi yang harus ditingkatkan. Dan yang lebih penting adalah bagaimana menghadapi keputusan pemerintah yang kembali menaikkan tarif bea keluar bagi ekspor CPO untuk pengiriman Juli 2012 menadi 19,5 persen atau naik sebanayak 1 persen dari tarif bulan sebelumnya sebesar 18,5 persen.
Kenaikan tarif bea keluar tersebut berdasarkan harga rata-rata referensi CPO pada April 2012 yang mencapai US$1.191,93 per ton atau lebih tinggi 3,82 persen dibandingkan harga rata-rata sebelumnya yang mencapai US$ 1,147,99 per ton.
Uniknya walau kita sebagai negara produsen terbesar tapi harga CPO tidak hanya ditentukan oleh Bursa Komoditi dan Derivatif Indonesia (BKDI) tapi oleh Bursa Komoditi Rotterdam, Belanda, keluh Soedjai. [Zul]@IRNewscom
Thursday, June 28, 2012 - 14:56
Wartawan:
zulfa basir