Demikian disampaikan Direktur Jenderal Bea Cukai Agung Kuswandono dalam diskusi dengan wartawan di Bogor, Sabtu (16/6/2012).
Menurutnya,
realisasi bea keluar yang lebih rendah dari target dikarenakan program
hilirisasi beberapa komoditas seperti minyak sawit mentah (Cruide Palm
Oil/CPO). Selama ini revenue bea keluar lebih didominasi CPO.
“Tarif
bea keluar kan per layer karena terjadi pengalihan komoditi ekspor dari
CPO ke turunannya RBD yang tarifnya rendah (6 persen) akibat ada nilai
tambah di dalam negeri,” tandasnya.
Berdasarkan data Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, pagu penerimaan dari bea keluar sebesar Rp23,206 triliun.
Di
mana, realisasi penerimaan bea keluar pada Mei ini lebih rendah 7,1
persen dibandingkan dengan periode yang sama pada tahun sebelumnya, yang
mencapai 37,39 persen dari target APBN-P 2011.
Ia
mengatakan, sebanyak 85 persen ekspor merupakan RBD yang
mengindikasikan ada pengolahan di dalam negeri, sehingga dapat dikatakan
bahwa proses hilirisasi berjalan.
Pasalnya,
pemberlakuan bea keluar bertujuan bukan hanya untuk penerimaan tetapi
juga memastikan pasokan di dalam negeri tidak terganggu dan memberikan
nilai tambah.
“Jadi fungsinya sudah tepat,” urainya.
Dari
data, untuk penerimaan bea masuk dalam target APBN-P sampai dengan Mei
adalah Rp10,307 triliun dan realisasinya telah mencapai sebesar Rp11,576
triliun.
Untuk
penerimaan Cukai, targetnya sebesar Rp34,694 triliun dan realisasinya
sebesar Rp35,872 triliun. Sedangkan untuk penerimaan bea keluar,
targetnya sebesar Rp9,669 triliun dengan realisasi sebesar Rp8,983
triliun.
Kendati demikian, pihaknya optimis sampai dengan akhir tahun realisasi penerimaan dapat terpenuhi.
Pasalnya, Direktorat Jenderal Bea Cukai akan terus memaksimumkan usaha meskipun terjadi tren penurunan dari harga komoditas.
“Barang
kali ada yang bisa ditingkatkan misalnya betul tidak jumlah yang
diekspor segitu, lalu kuatkan SDMnya di lapangan. Jadi kalau memang
turun (bea keluar) ya wajar karena secara aturan bea keluar itu untuk
hilirisasi,” pungkasnya. (friz)