Berapapun tinginya nilainya nilai jual kebun karet harus tetap
dipertahankan sebagai aset masyarakat setempat hingga generasi yang
berikutnya demi meningkatkan kesejahteraan petani secara berlanjut.
"Kalau sekarang sudah berhasil membudidayakan tanaman karet jangan
lantas kepikiran untuk menjual lahanya hanya karena tergiur uang banyak
yang sesaat. Usaha kebun seperti ini harus selalu dikembangkan meskipun
dibawahnya barang tambang seperti halnya batubara," kata Wakil Bupati
Tanah Bumbu, H Difriadi Darjat saat menghadiri syukuran panen perdana
tanaman karet bersama ratusan petani di kawasan Desa Sei Bubu, Rabu.
Menurut wakil bupati, meskipun usaha tambang dapat memberi
keuntungan dalam jumlah besar namun yang akan datang dampak negatifnya
jauh lebih buruk dan tidak sebanding dengan usaha perkebunan atau
pertanian.
Jika tidak dikelola dengan sistem manejemen yang baik dan tingkat
kemanusiaan yang tinggi terhadap masyarakat sekitar tempat-tempat
penambangan penambangan justru dianggap berpotensi jadi penyebab
rusaknya lingkungan.
Lain halnya perkebunan karet, kelapa sawit, dan pertanian yang
keberadaanya bisa diperbarui dengan sistem mengganti tanaman sehingga
mampu memberikan hasil kepada para petani secara terus-menerus tanpa ada
batasan.
Ada 150 hektare kebun karet yang layak panen dikawasan desa
tersebut. Luasan ini baru hampir separo dari jumlah keseluruhan potensi
lahan di Kusan Hilir yang sebenarnya juga berptensi untuk dikelola
petani.
Sisanya masih 200 hektare lahan tidur di daerah tersebut yang
kedepanya diharapkan juga mampu dikelola petani dengan jenis usaha yang
sama dengan pemerintah melalui tenaga penyuluh. Untuk itu dinas terkait
diharapkan benar-benar memikirkan kesejahteraan petani melalui potensi
usaha tersebut.
"Kecuali lokasi tambang, mau dijadikan kebun kelapa sawit atau
karet bahkan mungkin pertanian bagai saya dilokasi itu tidak ada
maslaah. Asal kedepan hasilnya menjajikan bagi petani upaya itu harus
dilakukan," jelas Difri.
Tidak kalah penting, tambahnya, adalah bentuk kemitraan antar
petani sendiri yang harus selalu dibangun sebagai langkah peningkataan
ilmu pengetahuan di lapangan. Selain tenaga penyuluh, keberadaan lembaga
Kontak Tani dan Nelayan (KTNA) serta Himpunan Kelompok Tani Indonesia
(HKTI) yang kerjanya berhubungan langsung dengan para petani setidakya
juga harus mampu merekomendasikan setiap kebutuhan petani.
"Penggunaan bibit, misalnya. Setiap bibit yang dibutuhkan petani
harus benar-benar diusahakan yang bersertifikasi agar saat panen
hasilnya lebih menguntungkan," tegas wakil bupati.
(es/ES/bd-ant)