MEDAN: Ribuan anggota Serikat Pekerja Merdeka PT
Perkebunan Nusantara (PTPN) II berunjuk rasa di kantor Gubernur Sumatera
Utara di Medan, Rabu, 13 Juni 2012 menuntut pemerintah provinsi tegas
dalam menetapkan areal hak guna usaha (HGU).
Selain penetapan
areal HGU, serikat pekerja PTPN II juga meminta Pemprov Sumut untuk
mendorong penegakan hukum atas penganiayaan yang dialami karyawan BUMN
tersebut.
Dalam unjuk rasa itu, ribuan pekerja yang berasal
beberapa daerah tersebut menggunakan baju berwarna merah dan ikat kepala
yang bertuliskan SP Merdeka PTPN II.
Secara bergantian,
perwakilan serikat pekerja PTPN II menyampaikan orasi yang meminta
Pemprov Sumut untuk tegas dalam penetapan areal HGU.
Ketegasan
tersebut dibutuhkan agar karyawan PTPN II dapat bekerja dengan nyaman
sehingga bisa produktif untuk meningkatkan penghasilan.
Ketegasan itu juga diperlukan agar tidak ada lagi penggarap yang memanfaatkan lahan HGU yang akan dikerjakan PTPN II.
Pengunjuk rasa meminta Pemprov Sumut berpihak pada PTPN II yang dilindungi berbagai aturan dalam operasionalnya.
Selain
berorasi, pengunjuk rasa juga membawa beberapa brosus, diantaranya
bertuliskan "Usir penggarap dari tanah PTPN II" dan "Lebih baik mati
mempertahankan HGU dari pada mati kelaparan karena hilang pekerjaan".
Sedangkan
spanduknya bertuliskan " Pak gubernur, berikan kami kenyamanan bekerja
untuk meningkatkan produksi dan kesejahteraan pekerja".
Usai
berorasi, perwakilan serikat pekerja melakukan dialog dengan Asisten I
Bidang Pemerintahan Pemprov Sumut Hasiholan Silaen dan Kepala Biro
Pemerintahan Umum Pemprov Sumut Nouval Mahyar.
Dalam dialog itu,
Hasiholan menyampaikan dukungannya atas keberadaan PTPN II sebagai
pemilik sah areal HGU yang digarap sejumlah kelompok masyarakat.
Karena
itu, serikat pekerja PTPN II diharapkan membuat laporan ke pihak
kepolisian jika mengalami gangguan atau mendapatkan perlakuan kasar dari
kelompok lain yang menggarap lahan HGU.
Manajer Distrik Tebu
PTPN II Edi Suprihartono mengatakan, pihaknya sudah berulang kali
membuat pengaduan ke pihak kepolisian karena menerima perlakuan kasar,
bahkan penyiksaan dari kelompok penggarap.
Karena itu pihaknya
mendatangi Pemprov Sumut untuk mendorong pihak kepolisian memproses
berbagai pelanggaran yang dilakukan penggarap tersebut.
Tidak
adanya ketegasan tersebut menyebabkan penganiayaan yang dialami pekerja
PTPN II terus terjadi yang menyebabkan munculnya korban.
"Sudah lebih 100 kali kejadiannya. Banyak karyawan yang luka, bahkan ada yang cacat," katanya.
Pihaknya
juga meminta dukungan Pemprov Sumut karena adanya oknum tertentu yang
melindungi sehingga penggarap berani bertindak anarkis terhadap karyawan
PTPN II.
"Kami yang merupakan karyawan justru diusir dan dianggap seperti penggarap," katanya.
"Kami datang ke gubernur karena proses hukum tidak berjalan," kata dia.
Meski
dialog tersebut tidak berhasil mendapatkan kesimpulan, namun Asisten
Pemerintah Pempov Sumut Hasiholan Silaen tetap mengimbau serikat pekerja
untuk menempuh jalur hukum atas tindakan anarkis yang dialami.
Sedangkan
untuk kepastian areal HGU, serikat pekerja PTPN II disarankan untuk
mempertanyakannya ke Badan Pertanahan Nasional (BPN).
Usai dialog itu, perwakilan serikat pekerja PTPN II kembali bergabung dengan ribuan pengunjuk rasa untuk menyampaikan orasi.
Ketua DPRD Sumut Saleh Bangun yang mendatangi pengunjuk rasa menyampaikan dukungan atas aspirasi serikat pekerja tersebut.
DPRD Sumut akan mengawal upaya penegakan hukum yang diminta serikat pekerja PTPN II itu ke Pemprov dan Polda Sumut.
"Negara kita negara hukum, bukan negara koboi," kata politisi Partai Demokrat itu.(antara)/Eksp