Foto: Prabudi G,ST.SH. |
Kakao merupakan
salah satu komoditas andalan masyakat Asahan untuk meningkatkan
perekonomiannya. Komoditas ini pernah berjaya pada era tahun 2000, di
mana Pasar Lelang Kakao Asahan di Desa Sijabut mampu melelang "kopi
coklat" (istilah warga Asahan) berkisar 20 hingga 25 ton per minggu,
bahkan pada musim panen memuncak berkisar 30 sampai 40 ton.
Tapi kejayaan tersebut memudar. Kini kondisi pasar lelang yang dikelola Koperasi Harapan Jaya menjadi sebaliknya: sepi. Hasil lelang kakao hanya dapat dilakukan setiap dua minggu sekali, itupun sekira 200 hingga 300 kilogram saja. Hal ini disebabkan alih fungsi lahan kakao menjadi sawit dan ditambah dengan serangan hama ke tanaman kakao(theobroma cacao) yang kini belum dapat teratasi, akibatnya hasil panen komoditas ini terus mengalami penurunan yang sangat signifikan.
"Dulu kakao kita luar bisa, tapi kini kondisinya sangat memperhatinkan. Terlihat hasil pengumpulan kakao di koperasi sangat berbeda pada tahun kejayaan, bahkan kini makin parah, "kata Badan Pemeriksa Koperasi Unit Desa (KUD) Harapan Jaya, Maryadi saat berbincang dengan MedanBisnis, Kamis (14/6).
Dengan kondisi pasar lelang kakao tersebut, Maryadi menjelaskan, sangat berdampak dengan perekonomian petani kakao dan anggota koperasi. Buktinya, iuran para anggota koperasi secara otomatis menjadi macet, begitu juga dengan kredit yang diberikan sehingga banyak anggota koperasi yang berhenti. Padahal pajak harus terus dibayar ke pemerintah.
Tentunya kondisi ini menjadi persoalan dalam kepengurusan koperasi, sehingga ada pemikiran untuk mencari komoditas lain untuk dilelang agar keberadaan KUD Harapan Jaya tetap eksis melindungi harga produksi di tingkat petani. " Terus terang kini kami mencari aktivitas lain di koperasi, yakni mencoba menyalurkan pupuk bersubsidi secara kecil-kecilan. Bahkan saya punya pemikiran untuk menambah komoditas yang mau dilelang, yaitu tandan buah segar (TBS), namun dihitung-hitung koperasi harus memiliki modal yang besar, sementara modal [yang ada] tidak sebesar itu," ungkapnya, seraya mengatakan pihaknya akan mengkaji lebih dalam untuk menjalankan pasar lelang TBS.
Maryadi yang juga petani kakao menjelaskan, pelelangan kakao dilakukan Koperasi Harapan Jaya setiap hari Senin, di mana pengumpulan kakao dibuka pada pukul 09.00 wib dan pelaksanaan lelang dimulai pada pukul 15.00 wib. Kakao itu bukan saja berasal dari daerah setempat, tapi juga datang dari kecamatan lain seperti Kecamatan Simpang Empat, Tinggi Raja, Tanjung Alam, Sei Dadap dan daerah lain. Hingga kini ada enam pengusaha yang masih setia membeli kakao hasil lelang di pasar tersebut.
"Dulu banyak pengusaha yang ambil kakao kita, namun kini hanya enam yang ikut lelang, itu pun kalau hasil lelang sedikit, maka yang datang hanya tiga pengusaha saja," cetus Maryadi.
Soal harga, dia mengatakan, dalam pekan ini terendah sebesar Rp 16 ribu per kilogram. Dia berharap kepada Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Asahan untuk secepatnya memperhatikan kondisi kakao, bila tidak maka kakao akan habis di Asahan dan menjadi tanaman langka.
(indra sikoembang)/MB
Tapi kejayaan tersebut memudar. Kini kondisi pasar lelang yang dikelola Koperasi Harapan Jaya menjadi sebaliknya: sepi. Hasil lelang kakao hanya dapat dilakukan setiap dua minggu sekali, itupun sekira 200 hingga 300 kilogram saja. Hal ini disebabkan alih fungsi lahan kakao menjadi sawit dan ditambah dengan serangan hama ke tanaman kakao(theobroma cacao) yang kini belum dapat teratasi, akibatnya hasil panen komoditas ini terus mengalami penurunan yang sangat signifikan.
"Dulu kakao kita luar bisa, tapi kini kondisinya sangat memperhatinkan. Terlihat hasil pengumpulan kakao di koperasi sangat berbeda pada tahun kejayaan, bahkan kini makin parah, "kata Badan Pemeriksa Koperasi Unit Desa (KUD) Harapan Jaya, Maryadi saat berbincang dengan MedanBisnis, Kamis (14/6).
Dengan kondisi pasar lelang kakao tersebut, Maryadi menjelaskan, sangat berdampak dengan perekonomian petani kakao dan anggota koperasi. Buktinya, iuran para anggota koperasi secara otomatis menjadi macet, begitu juga dengan kredit yang diberikan sehingga banyak anggota koperasi yang berhenti. Padahal pajak harus terus dibayar ke pemerintah.
Tentunya kondisi ini menjadi persoalan dalam kepengurusan koperasi, sehingga ada pemikiran untuk mencari komoditas lain untuk dilelang agar keberadaan KUD Harapan Jaya tetap eksis melindungi harga produksi di tingkat petani. " Terus terang kini kami mencari aktivitas lain di koperasi, yakni mencoba menyalurkan pupuk bersubsidi secara kecil-kecilan. Bahkan saya punya pemikiran untuk menambah komoditas yang mau dilelang, yaitu tandan buah segar (TBS), namun dihitung-hitung koperasi harus memiliki modal yang besar, sementara modal [yang ada] tidak sebesar itu," ungkapnya, seraya mengatakan pihaknya akan mengkaji lebih dalam untuk menjalankan pasar lelang TBS.
Maryadi yang juga petani kakao menjelaskan, pelelangan kakao dilakukan Koperasi Harapan Jaya setiap hari Senin, di mana pengumpulan kakao dibuka pada pukul 09.00 wib dan pelaksanaan lelang dimulai pada pukul 15.00 wib. Kakao itu bukan saja berasal dari daerah setempat, tapi juga datang dari kecamatan lain seperti Kecamatan Simpang Empat, Tinggi Raja, Tanjung Alam, Sei Dadap dan daerah lain. Hingga kini ada enam pengusaha yang masih setia membeli kakao hasil lelang di pasar tersebut.
"Dulu banyak pengusaha yang ambil kakao kita, namun kini hanya enam yang ikut lelang, itu pun kalau hasil lelang sedikit, maka yang datang hanya tiga pengusaha saja," cetus Maryadi.
Soal harga, dia mengatakan, dalam pekan ini terendah sebesar Rp 16 ribu per kilogram. Dia berharap kepada Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Asahan untuk secepatnya memperhatikan kondisi kakao, bila tidak maka kakao akan habis di Asahan dan menjadi tanaman langka.
(indra sikoembang)/MB