Mataram,-. Penyederhanaan pelayanan perizinan satu pintu yang mulai diterapkan sejak 2006, sudah direalisasikan dalam bentuk badan, dinas, kantor dan unit kerja di 17 provinsi dari 33 provinsi di Indonesia, yang mencakup 414 wilayah kabupaten/kota.
"Sebanyak 16 provinsi lainnya yang mencakup
96 kabupaten/kota belum merealisasikannya karena sejumlah kendala dan permasalahannya," kata Direktur Pengembangan Ekonomi Daerah Ditjen Bina Pembangunan Daerah Kementerian Dalam Negeri W Sigit Pudjianto, pada sosialisasi dan konsultasi teknis pengembangan kerja sama peningkatan investasi, pariwisata dan perdagangan, di Mataram, Sabtu (5/11). Sosialisasi dan konsultasi teknis yang berlangsung selama dua hari sejak 4-5 Nopember 2011 itu, diselenggarakan Kementerian Bidang Perekonomian, yang melibatkan pejabat kementerian terkait, pimpinan lembaga perbankan nasional, dan pimpinan instansi teknis terkait di wilayah Nusa Tenggara Barat (NTB).
Sigit merupakan salah satu pembicara kunci dalam sosialisasi dan konsultasi teknis itu. Ia mempresentasikan kebijakan pelayanan perizinan usaha di daerah.
Ia mengatakan, 17 provinsi yang sudah merealisasikan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP) umumnya berbentuk kantor yakni sebanyak 275 unit, kemudian badan sebanyak 119 unit, dinas sebanyak delapan unit dan unit kerja sebanyak 32 unit.
Kendala dan permasalahan yang mencuat di provinsi yang belum mengimplementasikan PTSP yakni faktor kualitas SDM karena jika pemahaman PTSP rendah maka komitmennya pun rendah. Permasalahan lainnya yakni sarana prasarana minim, dan izin yang ditangani masih sedikit.
Penyederhanaan Pelayanan Perizinan
"Penyederhanaan pelayanan perizinan menjadi layanan terpadu satu pintu merujuk kepada Inpres Nomor 3 Tahun 2006 tentang Paket Kebijakan Investasi, yang berisi 85 tindakan yang harus dilakukan," ujarnya.
Inpres itu, kata Sigit, dilatarbelakangi sejumlah permasalahan perekonomian di awal 2006 yang kurang menggembirakan seperti pertumbuhan ekonomi lambat atau hanya 5,6 persen, angka kemiskinan dan pengangguran masih tinggi yang mencapai 17,75 persen dan 11,1 persen.
Selain itu, kesenjangan daya beli makin melebar dan iklim investasi tidak kondusif, sehingga perlu ditempuh upaya nyata seperti penyederhanaan pelayanan perizinan.
Pemerintah pusat kemudian menyarankan pemerintah provinsi dan kabupaten/kota untuk menyelenggarakan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP) yang mengacu kepada Permendagri Nomor 24 Tahun 2006 tentang Pedoman Penyelenggaraan PTSP.
Dasar hukum pembentukan kelembagaan PTSP yakni Permendagri Nomor 20 Tahun 2008 tentang Pedoman Organisasi dan Tata Kerja Unit Pelayanan Perizinan Terpadu di Daerah.
Lembaga PTSP itu dapat berbentuk badan, dinas, kantor dan unit pelayanan perizinan, dan dalam pelaksanaannya mempedomani Peraturan Bersama Empat Menteri dan Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) tentang Percepatan Pelayanan Perizinan dan Nonperizinan Untuk Memulai Usaha.
Keempat menteri itu yakni Menteri Dalam Negeri, Menteri Hukum dan HAM, Menteri Perdagangan, dan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi.
Empat menteri dan Kepala BKPM juga menberitkan Surat Edaran Bersama tentang Sinkronisasi Pelaksanaan Pelayanan Penanaman Modal di Daerah.
Menurut Sigit, hakekat PTSP yakni kegiatan penyelenggaraan perizinan dan nonperizinan yang proses pengelolaannya dari awal sampai penerbitan dokumen dilaksanakan disatu tempat, sehingga ada penyederhanaan waktu, sistem dan prosedur serta persyaratan dan biaya.
"Juga adanya pelimpahan wewenang penandatanganan dokumen izin/nonizin dari bupati/walikota kepada Kepala PTSP," ujarnya. (Ant)/ANa