BANDUNG- Dewi fortuna tampaknya tengah berpihak  pada petani teh. Setelah dalam  setahun terakhir didera kerugian karena  menurunnya produksi dan  rendahnya harga, tahun depan diperkirakan  mereka bakal memanen untung. Ketua Umum Dewan Teh Indonesia Rachmat Badruddin mengatakan 
harga teh dunia membaik. “Dulu oversupply,   sekarang sudah mulai berimbang, harga mulai naik dalam 3-4 tahun ini,”   kata Rachmat di sela rapat tahunan anggota Dewan Teh Indonesia di   Bandung, Kamis, 17 November 2011.
Dia  mencontohkan, tahun lalu, saat produksi semua perkebunan turun   rata-rata hampir 30 persenan akibat kemarau, masih bisa diimbangi dengan   naiknya harga teh. Menurutnya, lonjakan harga komoditas teh  signifikan.  Pada 4 tahun lalu, harga komoditas itu di pasar dunia  rata-ratanya  hanya US$ 1,2 per kilogram, tapi saat ini sudah menembus  US$ 1,9 per  kilogram. “Ini kesempatan emas bagi teh dalam negeri,  jangan menunggu,”  kata Rachmat.
Rachmat  mengatakan, naiknya harga ini disebabkan oleh meningkatnya  tren  konsumsi teh dua negara berpenduduk besar dunia, yakni Cina dan  India.  Cina, misalnya, memproduksi 1,2 juta ton teh setahun, sedangkan  India 1  juta ton teh setahun. Produksi teh keduanya hampir 80 persennya   dikonsumsi untuk kebutuhan domestiknya. Penduduk India dan Cina   merupakan peminum teh terbesar. Tren ini membuat situasi perdagangan teh   dunia membaik. Dia membandingkan, 20 tahun terakhir ini, situasi   perdagangan teh tertekan karena kondisi oversupply barang. “Demand sedikit, harga otomatis turun, itu berlangsung lama,” kata Rachmat.
Namun,  paparnya, Indonesia menghadapi situasi penurunan produksi dan  kualitas  tehnya. Menurutnya, saat ini produksi teh dalam negeri hanya  120 ribu  ton setahun. Jumlahnya anjlok dibandingkan produksi teh dalam  negeri 7  tahun lalu yang bisa menembus 160 ribu ton. Produksi teh  Indonesia itu  60 persen ekspor dan sisanya memenuhi kebutuhan dalam  negeri.
Rachmat mengatakan, penurunan produksi itu disebabkan oleh tekanan oversupply  komoditas teh dunia dan naiknya upah buruh perkebunan yang berlangsung   dalam 20 tahun terakhir. Upah buruh perkebunan yang terus naik,   paparnya, mengambil porsi 55 persen sampai 60 persen biaya produksi teh.
Situasi  itu membuat pengusaha perkebunan mengalihkan kebunnya untuk  menanam  komoditas lain menjadi kebun sawit dan sayuran. Yang lain  mengencangkan  ikat pinggang dengan membatasi penyemprotan pupuk atau  pestisida  sehingga mempengaruhi kualitas produksi tehnya.
Dewan  Teh Indonesia mencatat, penurunan areal perkebunan teh  Indonesia  rata-rata 3 ribu hektare setahun. Pada 2005, luas kebun teh  nasional  menembus 139 ribu hektare, pada 2010 menyusut jadi 126 ribu  hektare.  Laju penurunan lahan itu, kata Rachmat, menyebabkan produksi  teh  Indonesia turun hampir 14 ribu ton setahunnya.
Rachmat  juga mengingatkan, ada persoalan disparitas dalam produksi  teh  Indonesia. Dia mencontohkan, dari seluruh kebun teh Indonesia,  sekitar  46 persennya, yakni 58 ribu hektare, hanya menyumbang 26 persen  dari  total produksi teh nasional. Sementara perkebunan teh milik  negara, yang  porsinya hanya 30 persen luas kebun teh nasional,  menyumbang 53 persen  produksi teh. Perkebunan swasta, yang porsinya  hanya 24 persen lahan  kebun teh nasional, menyumbang 21 persen produksi  teh nasional.
Membuka  pertemuan itu, Wakil Gubernur Jawa Barat Dede Yusuf  mengatakan, teh  merupakan produk yang identik dengan Jawa Barat. Dia  beralasan, 70  persen kebun teh yang ada di Indonesia ada di Jawa Barat.
Dede  mengatakan, persoalan yang dihadapi teh Indonesia adalah belum  bisa  bersaing di dunia internasional. Dia menyarankan perlu  didiskusikan  khusus soal pemasaran teh itu. ”Apa pun bentuknya, teh  tetap teh, cara  menjelaskannya pada publik yang tidak paham teh, ini  yang perlu  didiskusikan,” katanya. ”Perlu cara unik memasarkannya.”
Dede  mengingatkan agar pengusaha teh memikirkan nasib petani kebun  teh. Dia  beralasan, dari identifikasi pemerintah, salah satu kantong  kemiskinan  ada di wilayah seputaran perkebunan. ”Pemerintah sedang  mengejar  pengentasan kemiskinan. Salah satu kantongnya ada di  perkebunan,”  katanya. ”Walaupun tidak semuanya.”(PTPN8)
AHMAD FIKRI (BANDUNG) | ERWINDAR

 sudah lihat yang ini (klik aja)?
 sudah lihat yang ini (klik aja)? 
 
 
 
 
No comments:
Post a Comment