Quote:
dokumentasi "VERSI" elektronik-ku ini bermaksud membiasakan menggunakan " LESS PAPER " ,serta "PENGHORMATAN ATAS KEBEBASAN BERPENDAPAT,BEREKSPRESI,& BERKREASI," utk menyampaikan informasi,dalam "AKTIVITAS HARIAN".. beberapa "ada" yang dikutip dari berbagai sumber yang *inspiratif* jika ada yg kurang berkenan mohon dimaklumi,jika berminat utk pengembangan BloG ini silahkan kirim via email. mrprabpg@gmail.com...Thank's All Of You

running text

Search This Blog

sudah lihat yang ini (klik aja)?

Thursday, November 17, 2011

Realisasi Pembiayaan Revitalisasi Perkebunan....

Jakarta. Realisasi pembiayaan untuk revitalisasi perkebunan masih terhambat berbagai masalah lahan di daerah-daerah lokasi perkebunan. Menurut Direktur Tanaman Tahunan pada Direktorat Jenderal Perkebunan Kementerian Pertanian Rismansyah Danasaputra di Jakarta, Selasa (15/11), permasalahan lahan yang menghambat realisasi pembiayaan antara lain yang terkait dengan sertifikasi. "Belum semua lahan petani bersertifikat dan proses sertifikasi butuh waktu sangat lama," katanya.

Menurut Kepala Divisi Agribisnis PT Bank Rakyat Indonesia (BRI) Kokok Alun Akbar proses sertifikasi lahan kebun plasma yang mendapat pembiayaan dari program Kredit Pengembangan Energi Nabati dan Revitalisasi Perkebunan (KPENRP) kadang belum selesai dalam tiga sampai empat tahun.

"Karena masalah itu, sampai saat ini dari 64.578 hektare lahan yang sudah dibiayai BRI, yang sudah bersertifikat baru 2.103 hektare atau 3,2%," kata dia.

Kenaikan biaya sertifikasi menjadi sekitar Rp 6 juta sampai Rp 8 juta per hektare, lanjut dia, juga cukup membebani petani karena biaya yang dianggarkan penyedia kredit sesuai dengan ketentuan Direktur Jenderal Perkebunan hanya Rp 1,5 juta per hektare. "Di samping itu, penerbitan hak guna usaha pada lahan transmigrasi dengan hak pengelolaan lahan juga panjang prosesnya," tambahnya.

Masalah lahan yang lain, menurut Rismansyah, adalah tumpang tindih dalam penerbitan izin lokasi lahan perkebunan. "Satu lokasi izinnya bisa untuk beberapa peruntukan. Bahkan ada satu lokasi di suatu daerah dengan tiga izin peruntukan sekaligus," katanya.

Belum terbitnya Rencana Tata Ruang tata Wilayah Propinsi (RTRWP), kata dia, membuat masalah lahan untuk keperluan revitalisasi perkebunan makin ruwet.

Kondisi yang demikian, menurut Kokok, menghambat realisasi pembiayaan program revitalisasi perkebunan karena perbankan butuh kepastian kepemilikan dan peruntukkan lahan sebelum mengucurkan kredit.

Dia berharap pemerintah memberikan perhatian khusus terhadap masalah itu dan segera mengambil tindakan yang diperlukan untuk menyelesaikannya. "RTRWP harus segera diterbitkan dan proses sertifikasi lahan yang dibiayai dengan program kredit revitalisasi perkebunan sebaiknya dipermudah. Dan sebaiknya ada koordinasi dan konsistensi dari berbagai instansi yang terkait dengan program ini," katanya.

Rismansyah mengatakan, pihaknya akan berusaha melakukan pendekatan ke pemerintah daerah dan Badan Pertanahan Nasional (BPN) untuk mengatasi masalah-masalah lahan tersebut.
Menurut Rismansyah, sampai bulan Oktober 2011 persetujuan pembiayaan revitalisasi perkebunan yang mencakup komoditi kelapa sawit, karet dan kakao total Rp 7,56 triliun yang terdiri atas Rp 5,78 triliun kredit investasi efektif dan Rp 1,77 triliun bunga selama masa pembangunan (Interest During Construction/IDC). "Paling banyak untuk usaha perkebunan kelapa sawit," katanya.

Ia menambahkan, persetujuan pembiayaan revitalisasi perkebunan kelapa sawit mencapai Rp7,24 triliun, karet Rp275,98 miliar dan  kakao Rp37, 10 miliar.

Sementara realisasi persetujuan pembiayaan revitalisasi perkebunan, lanjut dia, sampai Oktober 2011 total baru mencapai 1,29 triliun yang mencakup 27.282 hektare lahan dan 14.235 petani. Cakupan pembiayaan tersebut masih jauh dari target cakupan lahan revitalisasi perkebunan yakni total 82.128 hektare pada 2011. (ant)/MB

No comments:

cari apa aja di OLX

Sponsor By :

TEMBAKAU DELI

Hobies

Momentum