JAKARTA -- Kamar Dagang dan Industri Indonesia menilai
perlu inovasi pembiayaan terutama untuk petani kelapa sawit yang
produktivitasnya masih di bawah rata-rata industri. Dalam keterangan
tertulis yang diterima di Jakarta, Senin (16/9), disampaikan bahwa
masalah utama petani Indonesia antara lain adalah ketersediaan biaya
pada saat diperlukan, di samping keterbatasan lahan, akses pasar dan
teknologi.
Para petani sering menghadapi kesulitan likuiditas karena aset petani yang tidak bankable
dan terbatasnya penjamin pinjaman (kolateral). Masalah ini akan
berakibat bencana yang sistemik bagi para petani dan di lain sisi pihak
industri hilir pertanian sebagai mata rantai agribisnis akan terganggu,
daya saing menurun, tidak adanya nilai tambah dan pertumbuhan ekonomi
tidak berkembang.
Kadin Bidang Agribisnis dan Pangan mengusulkan
modul pendanaan agribisnis yang inovatif dan mampu memberikan tunjangan
biaya hidup selama empat tahun yaitu selama periode tahap awal replanting (penanaman kembali). Proses replanting
masih segan dilakukan para petani disiati dengan penjaminan pembelian
hasil panen dengan mekanisme harga yang fair sesuai dengan mekanisme
yang telah ditetapkan pemerintah.
Dengan demikian, produktivitas
Kebun Sawit Swadaya bisa ditingkatkan dari 2 ton per hektare per tahun
menjadi 5 ton per hektar per tahun. NIlai peningkatan pendapatan bisa
mencapai hingga 10 miliar dolar AS untuk 2 juta hektare. Apabila pola
ini dikembangkan di komoditas pertanian lainnya seperti padi, jagung,
kedelai, gula tebu, hortikultura, peternakan dan lainnya, swasembada
pangan diyakini akan segera terwujud.
Peningkatan produktivitas
pertanian sebanyak 20 persen juga diyakini dapat mengurangi emisi karbon
dioksida 20 persen dan menekan kemiskinan hingga 20 persen dalam
program 'The New Vision of Agriculture' dapat tercapai.
(REPUBLIKA.CO.ID)