MEDAN – Dewan Pimpinan Daerah Asosiasi Pengusaha Indonesia (DPD
Apindo) Sumatra Utara mengusulkan kebijakan ekspor dan impor diberikan
kepada masing-masing pemerintah daerah.
Ketua DPD Apindo Sumut Parlindungan Purba menilai kebijakan ekspor
dan impor selama ini yang dilakukan oleh pemerintah pusat tidak efektif
terutama saat menghadapi kondisi perekonomian yang tidak stabil seperti
sekarang.
Ketika harga komoditas merangkak naik dan dolar Amerika Serikat juga
menguat terhadap mata uang rupiah seharusnya menjadi kabar baik bagi
neraca perdagangan dalam negeri.
Sumatra Utara yang merupakan eksportir bahan baku atau raw materials
berupa minyak kelapa sawit mentah (crude palm oil/CPO) seharusnya
menikmati kondisi tersebut. Pada kenyataannya, peningkatan harga
komoditas dan penguatan nilai tukar dolar AS justru mengakibatkan neraca
perdagangan semakin tergerus.
“Dalam kondisi sekarang harga komoditas naik, dolar mestinya
terserap, tetapi kenyataannya tidak. Ini menandakan ada sesuatu yang
salah dalam perekonomian Indonesia,” ujarnya kepada Bisnis, Kamis
(12/9/2013).
Peningkatan harga komoditas dan penguatan nilai tukar dolar AS,
sambungnya, merupakan sebuah tantangan sekaligus peluang bagi negara
eksportir raw materials seperti Indonesia. Untuk itu, dia menyarankan
agar pengusaha dan pemerintah bahu-membahu menggarap pasar domestik yang
sangat potensial.
Berbekal jumlah penduduk Indonesia yang mencapai sekitar 250 juta
jiwa, penduduk Sumatra mencapai 50 juta jiwa dan penduduk Sumut mencapai
15 juta jiwa, tentu sebuah pasar yang besar. Namun, potensi tersebut
dinilai justru tidak dimanfaatkan oleh pemerintah.
Parlindungan yang juga merupakan anggota DPD RI dari Sumut
mencontohkan pada kebijakan impor di Indonesia, penentu kebijakan impor
masih terpusat di Jakarta. Akibatnya data-data statistik kebutuhan impor
dikuasai oleh pemerintah pusat.
Kebijakan impor, kata dia, seharusnya diberikan kepada masing-masing
pemerintah provinsi, kabupaten dan kota. Pasalnya, data-data produksi
hingga kebutuhan impor dimiliki oleh masing-masing Pemda.
“Kalau mau impor buah-buahan, dimana impornya? Apakah semua? belum
tentu. Jadi harus izin dan lainnya sesuai dengan kebutuhan lokal, karena
konsumennya lokal, bukan Jakarta,” tuturnya.
Parlindungan menjelaskan neraca perdagangan di Sumut memang masih
surplus bila dibandingkan dengan neraca perdagangan secara nasional.
Namun, perlu diingat surplus tersebut didorong oleh ekspor raw materials
yang besar seperti CPO dan karet.
Kondisi tersebut, sambungnya, terjadi akibat harga komoditas yang
masih tinggi di pasar ekspor. Untuk itu, ke depan dia mengusulkan agar
pengusaha dan pemerintah dapat membuka peluang pasar di dalam negeri
dibandingkan dengan pasar ekspor agar perekonomian lebih kuat.
Badan Pusat Statistik (BPS) Sumut mencatat nilai ekspor Sumut pada
Juli 2013 mencapai US$804,31 juta, naik 9,19% dibandingkan dengan Juni
2013 sebesar US$736,64 juta. Namun, jika dibandingkan dengan nilai
ekspor bulan yang sama tahun lalu mengalami penurunan 15,05% dari
US$946,82 juta.
Secara komulatif ekspor Sumut sepanjang Januari-Juli 2013 mencapai
US$5,60 miliar, turun 8,17% dibandingkan periode yang sama tahun lalu
yang mencapai US$6,1 miliar.
Adapun nilai impor Sumut pada Juli 2013 mencapai US$491,41 juta, naik
sebesar 13,63% dibandingkan Juni 2013 yang mencapai US$432,44 juta.
Dibandingkan dengan bulan yang sama tahun sebelumnya nilai impor
meningkat sebesar 3,06% dari US$476,80 juta.
Nilai impor Sumut secara komulatif sepanjang Januari-Juli 2013
mencapai US$3,09 miliar, naik 2,29% dibandingkan dengan periode yang
sama tahun sebelumnya yang mencapai US$3,02 miliar.
Sementara itu, neraca perdagangan luar negeri Sumut pada Juli 2013
masih mengalami surplus sebesar US$312,90 juta, angka ini naik 2,86%
dibandingkan dengan bulan sebelumnya yaitu sebesar US$304,20 juta.
Namun, neraca perdagangan itu anjlok 33,37% dari neraca pada bulan yang
sama tahun sebelumnya mencapai US$470,03 juta.
Neraca perdagangan komulatif Sumut pada periode Januari-Juli 2013
mencapai US$2,50 miliar. Nilai tersebut merosot 18,48% dibandingkan
periode yang sama tahun sebelumnya yang mencapai US$3,07 miliar.(28/msi)B-S