Petani
tembakau kemungkinan besar mengantongi lebih sedikit untung di tahun
ini. Lantaran curah hujan lebih tinggi dibanding tahun lalu, produksi
tembakau turun, kualitas lebih rendah, dan harganya merosot.
“Hasil produksi saat ini turun sampai lebih dari 40 persen lantaran
anomali dan banyak hujan. Akibatnya, harga tembakau rata-rata saat ini
Rp 35.000 per kilogram (kg), lebih rendah dibanding tahun lalu yang bisa
mencapai Rp 40.000 per kilogram,” terang Budidoyo, Wakil Ketua Aliansi
Masyarakat Tembakau Indonesia, di Jakarta, Rabu (25/9/2013).
AMTI
bilang, hasil produksi tembakau dalam negeri sekitar 200.000 ton.
Pencapaian tersebut belum bisa mengimbangi kebutuhan produksi rokok
dalam negeri. Budidoyo meramal, produksi rokok tahun ini mencapai 350
miliar batang per tahun, lebih tinggi dibanding tahun lalu yang sebesar
330 miliar batang.
“Dalam data yang dikumpulkan AMTI, luas areal pertanian tembakau 200.000 hektar. Produksi tembakau cenderung stagnan karena petani kesusahan juga membuka areal baru,” kata Suseno, pengurus departemen advokasi AMTI.
Kesulitan
para petani tembakau membuka lahan baru terjadi seiring niat pemerintah
mengurangi lahan tembakau dan mengkonversi dengan tanaman pangan lain.
Namun, menurut Budidoyo, di beberapa daerah ekstrem kering seperti
Madura, tanaman pangan lain tak memberi hasil memuaskan.
Tembakau,
tumbuh subur di berbagai kawasan beriklim kering seperti Madura dan
Temanggung. Di Madura, terdapat 62.000 hektar lahan tembakau. Ketika
tanaman pangan sulit tumbuh di iklim tersebut, tembakau tumbuh subur
dengan kualitas terbaik. Harga jualnya pun lebih tinggi.
“Lantaran
tidak memberi nilai ekonomi sebanding untuk petani, AMTI menolak
rencana konversi ini. Kami minta pemerintah mencabut aturan tersebut,”
kata Budidoyo seperti dilansir Kontan.co.id, Kamis (26/9/2013).
Konversi tanaman ini merupakan bagian dari desakan pemerintah mewajibkan ratifikasi Framework Convention on Tobacco Control
(FCTC). AMTI menilai, aturan pengendalian tanaman tembakau demi
mencapai lebih banyak manusia sehat, telah bergeser menjadi pelarangan.
Pengaduan sudah diajukan pada presiden dan kementrian terkait, sera dan
dewan perwakilan rakyat (DPR) bulan lalu.
Selain
itu, AMTI meminta pemerintah dan DPR melibatkan mereka dalam
pembentukan Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) Tembakau usulan
Kementrian Kesehatan. “Kalau kami tidak diikutsertakan, kami bisa
membuat class action karena aturan tersebut pasti mempengaruhi kami juga,” kata Budidoyo.
Berdiri
pada tahun 2010, AMTI mengaku bergerak bersama Asosiasi Petani Tembakau
Indonesia (APTI), Asosiasi Petani Cengkeh Indonesia (APCI), Federasi
Serikat Pekerja Rokok, Tembakau, Makanan Minuman (FSP-RTMM SPSI),
Gabungan Produsen Rokok Putih Indonesia (Gaprindo). Ada juga Tobacco
Association (ITA), PT HM Sampoerna Tbk, Forum Masyarakat Industri Rokok
Indonesia (Formasi), dan Asosiasi Perusahaan Rokok Sidoarjo
(Apersid).(*)
Parlindungan | Edited by Rbc