Jakarta —
Pemerintah Indonesia mengumumkan rencana kenaikan kandungan biodiesel
pada biosolar dari 7,5% menjadi 10% atau 33%. Kenaikan ini diperkirakan
hanya menaikkan konsumsi CPO sekitar 329 ribu ton pada 2014 di mana
jumlah ini mewakili 1,1% dari produksi CPO Indonesia dan hanya 0,6% dari
produksi CPO dunia.
Oleh karena itu, stock usage ratio dari CPO
2014 hanya sedikit mengalami penurunan dari 20,9% menjadi 20,2% dan
'stock usage ratio' ini mengalami kanaikan dari sebelumnya 18,8% tahun
ini.
Analis Samuel Sekuritas Joseph Pangaribuan menuturkan,
kebijakan ini diharapkan impor minyak akan berkurang sehingga dapat
membantu neraca pembayaran.
Saat ini, penggunaan biodiesel
diperuntukkan bagi 'subsidized transportation', non subsidized
transportation, industri, dan power plant. Namun, penggunaan biodiesel
yang baru berjalan untuk subsidized transportation dan non subsidized
transportation.
"Hal ini diperparah lagi dengan distribusi
biodiesel dari transportasi baru dilakukan di pulau Jawa," tutur Joseph
dalam risetnya.
Dengan kenaikan kandungan biodiesel pada biosolar
sekitar 33% serta dikombinasikan dengan konsumsi biosolar sebesar 12,8
juta kiloliter pada tahun depan, maka konsumsi CPO untuk biodiesel akan
mengalami kenaikan 329 ribu ton dari proyeksi awal atau menjadi 1,3 juta
ton.
Namun, tambahan konsumsi CPO ini hanya mewakili 1,1% dari
produksi CPO Indonesia (produksi CPO sebelum dilakukan penyesuaian
terhadap tambahan dari kenaikan konsumsi CPO untuk biodiesel) dan bahkan
hanya 0,6% dari produksi CPO dunia.
Di sisi lain, kebijakan ini
hanya akan mengubah posisi stock usage ratio dari CPO tahun depan
menjadi 20,2% dari sebelumnya 20,9% dan stock usage ratio ini mengalami
kenaikan dari sebelumnya 18,8%.
"Kami telah melakukan perubahan
dalam proyeksi kami seiring dengan kebijakan kenaikan kandungan
biodiesel pada biosolar yang tidak berpengaruh banyak terhadap stock
usage ratio," ujarnya.
Kenaikan saham sektor perkebunan sekitar
16% dalam empat tahun terakhir ini diperkirakan lebih diakibatkan faktor
pelemahan Rupiah terhadap Dolar AS. Namun, Samuel telah memfaktorkan
pelemahan Rupiah ini dengan mengasumsikan rata-rata nilai tukat rupiah
tahun ini sekitar Rp9.850 per dolar AS ataua melemah 5,5%.
"Kami
masih mempertahankan underweight untuk sektor perkebunan akibat
tingginya supply dibandingkan demand yang tercermin dari stock usage
ratio yang mencapai 18,8% dan 20,2% masing-masing untuk tahun ini dan
tahun depan, naik dibanding posisi tahun lalu, yakni 18,3% serta
tingginya biaya buruh dan pupuk untuk sebagian perusahaan," paparnya.
Author: Susan Silaban/imq21.com