Pemerintah Diminta Desak Eropa dan AS Soal CPO |
"Saat ini Indonesia menjadi tuan rumah APEC. Indonesia adalah negara terbesar yang memproduksi kelapa sawit sejak lima tahun terakhir. Kalau perlu pemerintah meminta patokan harga CPO dunia adalah rupiah, bukan ringgit Malaysia," kata Siswono di Jakarta, Kamis (26/9).
Indonesia, lanjut mantan Ketua Himpunan Kerukunan Tani Indonesia (HKTI) itu, masih mengungguli Malaysia untuk produksi minyak sawit mentah atau crude palm oil (CPO). Tahun ini produksi CPO Indonesia mencapai 25 juta ton sementara Malaysia baru 18,9 juta ton.
Dia mengatakan sebagai pemain terbesar, Indonesia harusnya lebih dominan dalam komoditas ini. Konsumsi minyak kelapa sawit di dunia sendiri meningkat sebanyak tujuh persen setiap tahunnya. Harga minyak kelapa sawit dunia kini sudah melebihi dua kali lipat biaya produksinya dalam beberapa tahun terakhir, satu hal yang tidak terjadi dengan komoditi lainnya di Asia selama beberapa dekade.
Saat ini, komoditas nabati dunia di dominasi oleh 3 jenis komoditas, yakni sawit, canola, dan soyabean (Kacang Kedelai). Pasar sawit mayoritas terdapat di Asia, komoditas canola mayoritas terdapat di Eropa, dan mayoritas komoditas soyabean terdapat di Amerika. Menurut Siswono, saat ini komoditas sawit lebih kompetitif dan efisien jika dibandingkan dengan komoditas canola dan soyabean.
Mantan Menteri Transmirgrasi itu menduga karena alasan itulah Amerika dan Eropa menekan pasar sawit di Asia. "Ketakutan itulah yang membuat Amerika dan Eropa menahan komoditas sawit," ujar Siswono.
Dia menambahkan sebagai tuan rumah APEC seharusnya Indonesia bisa lebih tegas. Tidak perlu malu-malu menjadi pemimpin di bidang yang didominasi oleh Indonesia, apalagi CPO adalah penyumbang devisa ekspor.
.plasa.msn.