MEDAN – Pengusaha yang tergabung dalam Kamar Dagang dan Industri
Indonesia (Kadin) Sumatra Utara mengatakan krisis listrik dapat
mengancam industri untuk pindah ke wilayah lain di luar Sumut. Pengusaha
mengklaim rugi hingga mencapai Rp32 miliar per bulan akibat pemadaman
listrik yang makin menjadi-jadi.
Pjs Kadin Sumut Tohar Suhartono mengaku pemadaman bergilir yang
dilakukan oleh PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) Wilayah I Sumatra
Bagian Utara menimbulkan kerugian yang sangat besar bagi pengusaha
Sumut.
Kebutuhan listrik industri Sumut rata-rata mencapai 800 Megawatt –
900 MW per harinya. Akibat pemadaman bergilir yang semakin sering,
banyak pengusaha yang menghentikan produksi bahkan peralatan pabrik juga
mengalami kerusakan.
“Kerugian yang dialami oleh pengusaha Sumut bisa mencapai Rp6 miliar
hingga Rp8 miliar per minggu untuk seluruh beban sekitar 800 MW – 900 MW
tersebut,” ujarnya kepada Bisnis, Rabu (25/9/2013).
Dia yang sebelumnya menjabat sebagai Wakil Ketua Kadin Bidang Energi
dan Mineral menyebutkan kondisi ‘byar pet’ yang intensitasnya menjadi 3
kali sehari jika terus terjadi akan membuat kerugian semakin besar.
Pengusaha tentu akan mempertimbangkan untuk memindahkan usahanya ke
wilayah lain yang tidak terjadi krisis listrik.
Ancaman hengkangnya industri dari Sumut, kata dia, sangat nyata ada
di depan mata. Jika krisis listrik belum dapat diatasi hingga 2014,
sedangkan industri di Sumut juga tengah menghadapi krisis gas, pelemahan
rupiah terhadap dolar AS serta tuntutan kenaikan upah buruh di Medan
hingga Rp3,4 juta, dipastikan industri memilih untuk angkat kaki dari
Sumut.
Pengusaha akan memilih wilayah-wilayah yang lebih efisien agar biaya
produksi dapat ditekan. Dia berharap PLN dan pemerintah dapat menemukan
solusi krisis listrik agar industri Sumut dapat bersaing dengan
produk-produk luar negeri.
Hingga saat ini Kadin Sumut hanya dapat menghimbau kepada para
pengusaha agar lebih berhemat energi. Selain itu, Kadin Sumut juga
melakukan saling tukar energi antar sesama industri agar tetap dapat
berproduksi.
Johan Brien, Wakil Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) BPD
Sumut Bidang Organisasi dan Energi, mengatakan hal yang senada. Dia
menilai pemadaman listrik di Sumut tidak hanya merugikan pengusaha
tetapi juga merugikan masyarakat Sumut.
Pemadaman listrik, kata dia, juga dapat berpengaruh terhadap iklim
investasi di Sumut. Dia menyarankan seharusnya PLN dapat membuat
perencanaan yang matang sebelum melakukan perawatan terhadap salah satu
pembangkit listriknya.
“Sebelum perawatan seharusnya ada sewa dulu, ada pelimpahan dari
pusat ke PLN daerah untuk menyewa mesin sehingga tidak terjadi seperti
sekarang ini,” tuturnya.
Gubernur Sumut Gatot Pujo Nugroho mengatakan berdasarkan pertemuan
dengan Dewan Energi Nasional (DEN) kondisi listrik di Sumut semakin
parah karena PT PLN tidak bisa segera memasok listrik dari PLTU
Pangkalan Susu ke pembangkit di Binjai untuk segera memasok kelistrikan
di Sumut.
Dia menjelaskan arus listrik sebesar 2×200 MW seharusnya sudah dapat
didistribusikan per September ini. Namun, hingga saat ini masih
terkendala akibat pembangunan tower transmisi PLN di Padangtualang dan
Gebang, Langkat, terkendala warga yang menuntut tingginya ganti rugi.
Kondisi tersebut mengakibatkan pengujian dan penyetelan aliran
listrik dari PLTU Pangkalan Susu ke dalam sistem kelistrikan Sumut
tertunda. Padahal, jika PLTU Pangkalan Susu beroperasi sebesar 2×220 MW
dipastikan dapat meringankan beban krisis listrik saat ini.
Untuk membantu krisis listrik saat ini, PT Inalum akan kembali
memasok listrik (swap) sebesar 120 MW dari kemampuan 600 MW yang mereka
miliki.
Saat melakukan inspeksi mendadak di PT PLN Pembangkitan Sumbagut hari
ini, Rabu (25/9/2013), Gatot menjelaskan krisis listrik untuk sementara
akan terpasang tambahan suplai sebanyak 430 MW. Namun, hingga saat ini
baru ada penambahan sebesar 18 MW dari diesel yang sudah terpasang.
“Tambahan ada pula dari Nagan Raya sebesar 100 MW. Jadi fungsi kami
pemerintah sekarang adalah terus mendesak dan mengingatkan kepada PLN
dan kami berharap ada perhatian dari pemerintah pusat agar proses
penyelesaian krisis listrik di Sumut dapat segera diatasi,” ungkapnya.
Gatot meminta kepada PLN agar memberikan informasi kepada masyarakat
secara transparan. Kendati terjadi defisit listrik, seharusnya PLN dapat
menyampaikan kepada warga Sumut agar mengerti waktu-waktu pemadaman di
daerahnya masing-masing.
General Manager PLN Sumut Dyananto menjelaskan kebutuhan listrik di
Sumut terjadi fluktuasi beban yang terus melonjak hingga 11% dari
sebelumnya rerata 7,4%.
Pada Selasa malam (24/9/2013) beban puncak listrik Sumut dan Aceh
mencapai 1.738 MW, padahal PLN memprediksi beban puncak akan mencapai
1.707 MW. Khusus Sumut, beban puncak pada hari yang sama mencapai 1.471
MW.
Adapun sehari sebelumnya beban puncak listrik Sumbagut mencapai 1.663
MW. Pada Rabu (25/9/2013) PLN memperkirakan beban puncak listrik
Sumbagut akan mencapai 1.635 MW.
Beban puncak pada Selasa, sambungnya, menjadi beban tertinggi
sepanjang sejarah di Sumbagut. Rerata beban puncak Sumbagut mencapai
1.600 MW.
Beban puncak yang mencapai 1.738 MW tersebut, kata dia, tentu
menjadikan defisit listrik Sumbagut semakin parah. Jumlah pasokan
listrik di Sumbagut saat ini hanya mencapai 1.425 MW. Beban dan pasokan
akan terjadi fluktuasi setiap saat.
“Kami sekarang defisit 200 MW sampai 300 MW dengan beban puncak
mencapai 1.700 MW dan pasokan hanya 1.400 MW hingga 1.500 MW dari
sekitar 20 mesin pembangkitan di Sumbagut,” tuturnya kepada Bisnis.
PLN Sumbagut, sambungnya, berencana untuk menambah pasokan agar
defisit listrik dapat berkurang dan pemadaman bergilir diminimalisir.
Total rencana pasokan diperkirakan akan mencapai 430 MW dan dipastikan
selesai pada akhir November 2013.
Dia menjelaskan pemadaman listrik yang terjadi semakin sering di
Sumut penyebab utamanya adalah karena adanya pemeliharaan terhadap mesin
pembangkit gas turbine (GT) 22 di Belawan yang memasuki masa
pemeliharaan. Sebab, jam operasional pembangkit GT 22 Belawan telah
melebih standar yang ditentukan.
Mesin pembangkit GT 22 yang menghasilkan daya 135 MW tersebut telah
melewati batas jam operasional yang seharusnya 100.000 jam. Namun, pada
kenyataanya mesin yang dioperasikan sejak Desember 1994 tersebut telah
beroperasi mencapai lebih dari 136.000 jam.
Jika terus dipaksakan, dikhawatirkan mesin pembangkit GT 22 akan
mengalami kerusakan lebih parah lagi. Untuk itu, seharusnya GT 22 perlu
diistirahatkan sementara untuk dilakukan perawatan.
Perawatan mesin pembangkit GT 22 membutuhkan waktu selama 65 hari
hingga akhir Oktober 2013. Diperkirakan pemadaman akan tetap terjadi,
sebelum pasokan mesin pembangkit sewaan tiba.
Sementara itu, terkait keinginan adanya kompensasi kerugian yang
diderita oleh pelanggan PLN, Dyananto menegaskan menurut aturan yang ada
kompensasi dapat diberikan apabila pemadaman terjadi selama 3×24 jam.
“Jika ada pemadaman terus menerus selama 3 hari baru ada kompensasi.
Jangan lupa, industri juga mempunyai kewajiban untuk menaruh genset,
bukan hanya haknya saja yang dituntut,” tegasnya.(28/msi).
bisnis-sumatra