PEKANBARU—Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) Riau
merespons positif paket kebijakan ekonomi pemerintah mengenai rencana
insentif penggunaan energi terbarukan biodisel untuk bahan bakar minyak
(BBM) bersubsidi jenis solar, sepanjang harganya nanti mengikuti pasar
internasional.
Wisnu Oriza Suharto, Ketua Gapki Riau, mengatakan perusahaan kelapa
sawit di Riau sudah siap dengan kebijakan yang mendongkrak penggunaan
energi terbarukan biodisel. Masalahnya, katanya, kurangnya insentif dari
pemerintah sehingga harga tidak bisa bersaing dengan harga
internasional.
“Saat ini harga jual CPO Rp7.000 per kilogram, sementara solar
berubsidi hanya sebesar Rp5.500 per liter. Jika tidak ada insentif yang
diberikan pemerintah, maka kalangan pengusaha tidak akan tertarik,”
jelasnya, Rabu (11/9/2013).
Pemerintah saat ini mengeluarkan sejumlah paket kebijakan ekonomi,
salah satunya insentif penggunaan bahan bakar terbarukan biodisel. Dalam
beberapa tahun terakhir, kata Wisnu, penggunaan biodiesel terbatas
hanya untuk kebutuhan perusahaan sendiri seperti mesin-mesin pabrik atau
pengganti bahan bakar jenis solar dengan harga beli industri.
Sejumlah pabrik biodiesel di Riau telah berdiri, seperti yang ada di
Kota Dumai dan menjadi salah satu anggota Gapki Riau, kemudian pabrik
biodiesel milik Asian Agri Group. Sebagai informasi, total di Riau sudah
ada empat pabrik biodisel.
Meski demikian, penggunaan biodiesel untuk dalam negeri yang masih
terbatas karena dilanda sejumlah masalah di antaranya harga jual solar
bersubsidi tidak sesuai dengan harga minyak sawit mentah (CPO).
“Sementara ini, selain digunakan untuk pribadi, mereka lebih banyak
ekspor dari pada dijual ke dalam negeri karena harganya kurang
kompetitif,” jelasnya.
Menurut Wisnu, persoalan kebijakan ini harus dilihat juga marginnya.
Sudah bisa dipastikan, lanjutnya, biodiesel tidak menguntungkan, kecuali
ada insentif pemerintah bagi perusahaan yang mau lebih aktif di
industri hilir kelapa sawit.
Sementara itu, Kepala Dinas Perkebunan Riau Zulher sepakat harus
adanya insentif untuk perusahaan kelapa sawit. Akan tetapi, perusahaan
juga harus lebih kreatif dan tidak berhenti pada produksi biodisel tapi
hasil turunan lainnya.
Zulher menghimbau kepada seluruh perusahaan yang memiliki PKS di
Riau, harus cepat membuat produk turunan kelapa sawit sehingga akan
terciptanya pabrik baru yang akan menimbulkan multiplayer effect yang
lebih luas.
“Jika itu yang mereka lakukan, bayangkan berapa tenaga kerja yang
terserap, permintaan CPO dalam negeri akan meningkat otomatis harga TBS
ikut naik, sehingga pendapatan masyarakat ikut naik dan kesejahteraan
petani mudah tercapai,” jelasnya.
Menurutnya para perusahaan yang memiliki PKS tidak kreatif dan hanya
mengandalkan ekspor CPO. Dengan pelemahan rupiah, katanya, negara akan
semakin rugi terutama dalam melakukan impor yang berbahan baku CPO.
“Perusahaan jangan seperti orang berdagang beras, panen lalu jual.
Seharusnya, mereka memikirkan untuk menciptakan bermacam-macam produk
turunan, sehingga daerah merasakan dampaknya baik dari segi tenaga kerja
dan pendapatan,” tegasnya.
Menurut Muchtar Ahmad, pengamat ekonomi Universitas Riau, pemerintah
Riau harus segera menargetkan pembangunan industri hilir terutama untuk
produk unggulan Riau.
Sekrang, katanya, Riau masih mempunyai bahan baku yang melimpah baik
sektor pertanian dan energi, tetapi puluhan tahun kedepan jika tidak
dipersiapkan, Riau akan gigit jari.
Pecanangan Riau, katanya, sebagai kawasan perekomian perbatasan ini
juga didukung oleh kondisi Riau sebagai daerah perkebunan sawit terbesar
di Indonesia dengan luas mencapai 2,6 juta hektare serta penyumbang
crude palm oil (CPO) 28,2% dari total 66 juta ton ekspor Indonesia,
membuat industri cluster berbasis pertanian Oleochemical di kawasan
industri Dumai di Pelintung dan di Kuala Enok, Inhil akan menjadi
optimal.
“Sekarang tinggal pemerintah secara bersama-sama serius menggarap
peluang ini sehingga ketika terjadi pelemahan rupiah negara tidak akan
terlalu besar terkena dampak dan perekonomian masyarakat bisa tumbuh,”
katanya. (k18/msi)B-S