“LSM seperti Greenpeace dipakai pihak asing untuk menyebarkan isu negatif tentang produk kelapa sawit asal Indonesia. Di negara maju juga ada kerusakan mengenai lingkungan,” kata Ketua Bidang Hukum dan Advokasi GAPKI, Tungkot Sipayung, di Jakarta, Senin (21/10).
Konversi lahan gambut global terbesar, menurut Tungkot, terjadi di kawasan Australia Pasifik dan kawasan Eropa dan Rusia. Indonesia tidak termasuk dalam 10 besar penyumbang emisi CO2 dunia.
“Selama ini, LSM Greenpeace membela produsen minyak nabati, bunga matahari dan kedelai yang selama ini dikuasai negara-negara besar seperti Amerika Serikat (AS) dan Eropa,” paparnya.
Kelapa Sawit, lanjut Tungkot, merupakan pesaing utama minyak nabati dan gencarnya produksi crude palm oil (CPO) di Indonesia mengancam bisnis produsen asal AS serta Eropa.
“Pihak asing terus menghantam industri sawit nasional dengan berbagai cara seperti isu lingkungan. Ketika ada konflik sosial, ada kebakaran, selalu dikaitkan dengan industri sawit nasional,” ujarnya.
Tungkot menambahkan, pemerintah diharapkan bisa bertindak tegas terhadap LSM asing karena sudah menyangkut citra Indonesia. Jika LSM hanya sebatas mengontrol, memberi masukan perbaikan, maka hal tersebut masih bisa diterima.
“Jika LSM asing sampai merusak, menyulitkan, merusak citra industri sawit, pelaku usaha sawit nasional tidak bisa menerima. Pemerintah harus bertindak tegas, kepentingan industri nasional harus diutamakan,” tandasnya.
Greenpeace menilai bahwa perusahaan sawit merupakan penyebab utama penggundulan (deforestasi) dan mengeruk habis taman nasional, membuka lahan secara ilegal dan menghancurkan habitat di tempat terakhir orangutan, gajah, dan harimau hidup berdampingan.
I MQ
Author: Indra BP