Langkat. Sebagian petani karet di Kecamatan Bohorok
Kabupaten Langkat menggantikan tanamannya dengan tanaman jagung. Ini
dilakukan karena harga karet terus merosot. Dan, untuk mengejar nilai
ekonomis yang tinggi, tanaman pohon karet yang mendekati replanting
telah ditumbangi dan diganti dengan tanaman semusim.
"Sekarang petani merasa dirugikan dengan murahnya harga
jual karet. Mana lagi premanisme yang terus merajalela meminta storan
dari penjualan getah kepada tengkulak, sehingga kehidupan petani terus
tertekan," kata M Yakob Sembiring, eks petani karet di Bohorok ketika
ditemui MedanBisnis, Kamis (17/10).
Makanya kata dia, pohon karet
mereka ditumbangi, kayunya dijual dan lahan bekas tanaman itu
digantikan dengan tanaman jagung. "Ternyata hasilnya lebih menguntungkan
dengan menanam jagung," aku Yakob yang memiliki tanaman karet seluas
3,5 hektare.
Namun, pohon karetnya sudah setahun ditumbang dan
kayunya dijual. Saat ini lahan eks tanaman karet itu sudah dua kali
dijadikannya menanam jagung dengan produksi yang menguntungkan. "Jagung
yang kami tanam memberi keuntungan berlipat apalagi pengelolaannya
mudah," kata dia.
Pada penanaman pertama jagung, produksi yang
diperolehnya mencapai 5 ton jagung pipil kering per hektare. "Waktu itu
kami masih petani jagung pemula. Setelah periode berikutnya produksi
jagung yang saya tanam menghasilkan 7 ton jagung pipil kering. Harga
jual jagung sebulan lalu Rp 3.000 per kg, maka bisa mendapat hasil Rp 21
juta," sebut Yakub.
Sedangkan modal benih, ongkos tanam dan
pemupukan dua kali dan penyemprotan hama hanya Rp 6,5 juta. Sedangkan
umur tanaman untuk bisa panen hanya 110 hari.
Sementara petani
jagung di kawasan Desa Banyu Mas Kecamatan Stabat, Langkat yang sudah
terlanjur kecanduan menekuni tanaman jagung saat ini terus mengincar
lahan-lahan kosong untuk ditanami jagung seperti di lahan eks HGU PTPN 2
di Desa Kelambir Lima Deli Serdang dan lahan tanaman sawit di kawasan
pesisiran Kecamatan Gebang dan Babalan.
Sumiyem (43), seorang
petani jagung yang meraih sukses di Desa Banyu Mas Stabat. Ia saat ini
memperluas tanaman jagungnya hingga ke Desa Pasar Rawa Kecamatan Gebang
dan Desa Kelambir Lima. Ini dilakukannya karena lahan PTPN 2 tidak bisa
lagi disewa untuk bertanaman jagung.
"Memang dahulu kita menanam
jagung dilahan PTPN 2 yang disewakan sebesar Rp 1,5 juta pertahun,
tetapi saat ini kebun PTPN2 tidak lagi memperbolehkan petani menyewa,
karena ada pengusaha dan penguasa yang menanam jagung di lahan itu,"
jelasnya.
Untuk di Gebang kata dia, ada masyarakat yang
memberikan untuk menumpang bertanam jagung tanpa membayar sewa lahan.
Artinya, lahan itu sudah ditanami kelapa sawit, tapi baru selesai tanam
dan pohon sawit masih mulai bersemi, sehingga lahan itu cocok untuk
tanaman tumpang sari seperti jagung dan kacang kuning. (misno)http://mdn.biz.id/n/57130/