Jakarta. Para serikat buruh terus menuntut
kenaikan upah minimum provinsi (UMP) tahun depan sedikitnya 50% atau
mencapai Rp 3,7 juta per bulan. Kalangan pengusaha mengancam akan hanya
menerima lulusan sarjana (S-1) saja.
"Bagi kami kalau itu sampai terjadi, ya silahkan, tapi
jangan heran kita tahun depan hanya cari yang lulusan S-1 (sarjana),"
kata Wakil Ketua Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) Tutum
Rahanta di Gedung KADIN Indonesia, Kuningan, Jakarta, Kamis
(24/10/2013). Tutum mengatakan tuntutan gaji yang diminta para buruh
tahun depan setara dengan gaji pekerja level sarjana.
Tahun ini
saja pengusaha di Jakarta dengan kenaikan UMP dari Rp 1,5 juta menjadi
Rp 2,2 juta sudah merasa berat termasuk sektor usaha ritel. "Ya gaji
segitu (Rp 3,7 juta) sama dengan sarjana, jadi buat apa kita cari
pekerja yang lulusan SD, SMP atau SMA, kalau yang sarjana saja gajinya
segitu. Sarjana yang butuh pekerjaan juga banyak," tegas Tutum. Ia
mengakui permintaan para buruh mendesak kenaikan upah di atas 50%
merupakan hak mereka.
Namun jika hal itu terjadi maka yang akan
rugi adalah kalangan buruh. "Pengusaha tidak mengharamkan upah naik,
tapi kan ada aturan dan batasannya, jika nggak sanggup bayar, sementara
harga produknya mahal, tutup saja, mending beli barang impor saja, lalu
jual sendiri, jadi pedagang saja kita," ungkapnya. Menurutnya kenaikan
upah yang diminta para buruh tidak akan ada habisnya.
Kalangan
pengusaha akan menyikapinya dengan menaikkan harga barang karena biaya
produksi naik akibat biaya upah melonjak. "Harga barang-barang naik,
buruhnya nggak cukup lagi penghasilannya, nuntut lagi upah tinggi, ini
nggak ada habis-habisnya," tegas Tutum. (dtc)
Rista
Rama Dhany - detikFinance