Ilustrasi pemeriksaan kesehatan (sumber: Istimewa) |
Jakarta -
Sistem jaminan sosial di Indonesia jangan hanya ada pada tataran hukum
atau undang-undang (UU) tetapi harus direalisasikan. Oleh karena itu, UU
40/2000 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional dan UU 24/2011 tentang
Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) harus dijabarkan secara detail
dalam peraturan pemerintah (PP) sebagai peraturan pelaksana.
Demikian dikatakan pengajar Jurusan Pembangunan Sosial dan Kesejahteraan Sosial Fakultas Ilmu Sosial dan Politik, UGM, Yogyakarta, Baharuddin, dalam seminar nasional dengan tema, "Sistem Jaminan Sosial di Tengah Isu Global: Quo Vadis RPP BPJS" di Jakarta, Selasa (8/10).
Menurut Baharuddin, musuh utama BPJS adalah perusahaan-perusahaan asuransi asing yang bertumbuh pesat di Indonesia. "Banyak anggota DPR atau mantan pejabat menjadi komisaris di perusahaan asuransi asing di Indonesia. Saya yakin mereka-mereka inilah yang menginginkan agar UU BPJS tak perlu diatur secara detail, supaya banyak masyarakat menjadi anggota asuransi asing ini," tegas Baharuddin.
Menurut Baharuddin, BPJS harus meng-cover semua jenis penyakit yang diderita masyarakat dan harus negaralah yang membayar. "Kalau ini direalisasikan, Indonesia bukan lagi kesejahteraan dalam aturan namun melarat dalam realitas, tetapi Indonesia adalah negara yang sejahtera dalam realitas sebagai pelaksanaan dari hukumnya," tegas Baharuddin.
Sementara itu, Direktur Pengupahan dan Jaminan Sosial, Ditjen Pembinaan Hubungan Industrial dan Jamsostek, Kemnakertrans, Wahyu Widodo, mengatakan, sejumlah rancangan RPP UU BPJS telah selesai dirumuskan oleh tim yang dibawah koordinasi Kemnakertrans dan sekarang sedang diharmonisasikan di Kementerian Hukum dan HAM. "Kita tunggu selesainya proses harmonisasi saja di Kementerian Hukum dan HAM," kata Wahyu.
Sebelumnya, Menakertrans, Muhaimin Iskandar, mengatakan, aturan pelaksana UU BPJS terdiri dari lima peraturan pemerintah (PP) dan dua peraturan presiden (perpres). Muhaimin mengatakan, akhir tahun 2013 peraturan pelaksana BPJS Ketenagakerjaan telah disahkan.
Demikian dikatakan pengajar Jurusan Pembangunan Sosial dan Kesejahteraan Sosial Fakultas Ilmu Sosial dan Politik, UGM, Yogyakarta, Baharuddin, dalam seminar nasional dengan tema, "Sistem Jaminan Sosial di Tengah Isu Global: Quo Vadis RPP BPJS" di Jakarta, Selasa (8/10).
Menurut Baharuddin, musuh utama BPJS adalah perusahaan-perusahaan asuransi asing yang bertumbuh pesat di Indonesia. "Banyak anggota DPR atau mantan pejabat menjadi komisaris di perusahaan asuransi asing di Indonesia. Saya yakin mereka-mereka inilah yang menginginkan agar UU BPJS tak perlu diatur secara detail, supaya banyak masyarakat menjadi anggota asuransi asing ini," tegas Baharuddin.
Menurut Baharuddin, BPJS harus meng-cover semua jenis penyakit yang diderita masyarakat dan harus negaralah yang membayar. "Kalau ini direalisasikan, Indonesia bukan lagi kesejahteraan dalam aturan namun melarat dalam realitas, tetapi Indonesia adalah negara yang sejahtera dalam realitas sebagai pelaksanaan dari hukumnya," tegas Baharuddin.
Sementara itu, Direktur Pengupahan dan Jaminan Sosial, Ditjen Pembinaan Hubungan Industrial dan Jamsostek, Kemnakertrans, Wahyu Widodo, mengatakan, sejumlah rancangan RPP UU BPJS telah selesai dirumuskan oleh tim yang dibawah koordinasi Kemnakertrans dan sekarang sedang diharmonisasikan di Kementerian Hukum dan HAM. "Kita tunggu selesainya proses harmonisasi saja di Kementerian Hukum dan HAM," kata Wahyu.
Sebelumnya, Menakertrans, Muhaimin Iskandar, mengatakan, aturan pelaksana UU BPJS terdiri dari lima peraturan pemerintah (PP) dan dua peraturan presiden (perpres). Muhaimin mengatakan, akhir tahun 2013 peraturan pelaksana BPJS Ketenagakerjaan telah disahkan.
Penulis: E-8/NAD
Sumber:Suara Pembaruan