sudah lihat yang ini (klik aja)?
Kebijakan ini diambil setelah BKPM memutuskan mementingkan aliran modal yang bisa melindungi kondisi lingkungan Tanah Air. Artinya, penduduk sekitar kebun sawit juga harus diuntungkan, bukan cuma para pemodal besar.
"Khusus teman-teman sawit, mari kita tingkatkan produktivitas ke depan, jangan terlalu bicara ekstensifikasi lahan. Mari bicara peningkatan produktivitas, terutama memberdayakan para petani penggarap lahan plasma, sehingga pertumbuhan industri ini benar-benar inklusif," kata Kepala BKPM Mahendra Siregar di sela-sela acara Forum Kerja Sama Ekonomi Asia Pasifik (APEC) di Nusa Dua, Bali, Jumat (4/10).
Sesuai aturan pemerintah, petani penggarap lahan plasma yang kebanyakan penduduk sekitar, mendapat jatah 1/3 dari total lahan sawit yang dimiliki perusahaan inti. Rupanya, kinerja para petani itu sangat mencengangkan pemerintah.
"Para smallholders ini potensinya masih bisa dikembangkan, jumlah pemilik lahan kecil hampir 40 persen dari jumlah lahan sawit nasional," ungkapnya.
Sesuai proyeksi, hingga 2030 mendatang, Indonesia akan tetap menjadi eksportir minyak kelapa sawit (CPO) terbesar sejagat. Mahendra berharap, momentum positif ini bisa dipertahankan, sambil membawa kemakmuran bukan hanya untuk korporasi, namun juga para petani kecil.
"Produksi bisa meningkat dan lebih merata," tandasnya.
Produksi minyak sawit mentah (CPO) Indonesia tahun ini diperkirakan hanya mencapai 26,7 juta ton hingga 27 juta ton, di bawah estimasi awal yang ditetapkan 28 juta ton. Pelaku industri mengeluhkan beberapa aturan pemerintah yang mengerem pembukaan lahan baru.
Misalnya beleid soal perpanjangan moratorium alih fungsi lahan gambut. Kebijakan ini disebut Asosiasi Petani Kelapa sawit Indonesia (Apkasindo) membuat potensi produksi CPO nasional terhambat.
Sebelum penerapan moratorium, rata-rata penambahan luas perkebunan sawit mencapai 500.000 hektar per tahun. Setelah tiga tahun diterapkan, perluasan menyusut menjadi rata-rata 100.000 hektar saja per tahun.
Ditambah lagi, Kementerian Pertanian berusaha membatasi kepemilikan lahan perkebunan satu perusahaan atau konsorsium maksimal 100.000 hektar saja.
[noe]merdeka.com
