Medan. Provinsi Sumatera Utara (Sumut) dinilai masih sulit memiliki Pabrik
Kelapa Sawit (PKS) yang dikelola koperasi petani. Padahal, dari luas
lahan sekitar 1 juta hektare, dengan dukungan pemerintah dan kerja sama
dengan petani maka koperasi dapat terbentuk dan jelas sangat
menguntungkan dalam kepastian harga jual.
"Saat ini masih di Kalimantan Selatan pelaksanaan koperasi petani ada.
Sedangkan untuk di Sumut sepertinya sulit dilakukan. Karena itu, perlu
dukungan pemerintah daerah," kata Ketua Umum Asosiasi Asosiasi Petani
Kelapa Sawit Indonesia (Apkasindo), Anizar Simanjuntak kepada wartawan
di Medan, kemarin.
Dijelaskan Anizar, PKS petani ini penting
untuk kepentingan produksi petani dan dengan koperasi semua petani dapat
memiliki saham yang sama dalam operasional PKS. Memang, untuk
pembangunan PKS itu butuh dana besar sehingga membutuhkan kerja sama
investor. Namun, jika PKS telah berdiri dapat meningkatkan pendapatan
petani dengan pengendalian fluktuasi harga jual sekaligus mengajar
petani menjaga mutu buah yang dijual.
"Selama ini, PKS milik
swasta di berbagai daerah tidak pernah menerapkan harga patokan yang
ditentukan, sehingga merugikan petani. Harga yang diberikan kepada
petani selalu di bawah ketentuan dengan dalih kualitas TBS petani kurang
bagus," jelasnya.
Meski diakui Anizar, petani sering juga
membuat kesalahan dengan lebih mementingkan volume dengan cara mencampur
sedikit buah yang belum matang pada Tandan Buah Segar (TBS) yang dijual
ke PKS dan akhirnya dijadikan alasan pengusaha kalau mutu buah petani
kurang bagus. Tetapi justru sebaliknya, jika TBS petani itu baik, tetap
saja petani hampir tidak pernah dikasih insentif seperti yang sudah
diatur pemerintah.
"Keterlibatan petani dan koperasi di PKS itu,
akan membuat petani menjaga dan menaikkan mutu TBS-nya akan semakin
tinggi. Kalau PKS hasil kerja sama itu menguntungkan, tentunya petani
dan koperasi semakin mendapatkan untung lebih besar," tuturnya.
Saat
ini, katanya, koperasi petani di Indonesia baru ada di Kabupaten Bumbu,
Kalimantan Selatan (Kalsel) yang dimulai Februari 2013 pembangunannya
dan sekarang persiapan pabrik sudah 60% dengan kapasitas 30 ton TBS per
jam. Untuk nilai investasi PKS itu sekitar Rp120 miliar termasuk pabrik
kecil pengolahan pakan ternak dari limbah sawit.
"Juni 2014 sudah
bisa beroperasi dan kapasitas pabrik dapat mencapai 60 ton TBS per jam.
Luas areal petani yang tergabung dalam koperasi sekitar 9 ribu hektare
dengan melibatkan 2.600 orang petani," katanya menambahkan pemerintah
setempat mendukung penuh sehingga pembangunan PKS dengan saham dan untuk
hasil panen petani itu terwujud.
Rencana project koperasi petani
selanjutnya, tambah Anizar, akan dilakukan di Kalimantan Barat dengan
kapasitas pabrik dan luas lahan yang sama seperti di Kalsel. "Langkah
pertama untuk project ini memilih koperasi petani aktif, karena harus
murni beranggotakan petani. Setelah itu baru bisa mengurus izin
pendirian PKS yang mensyaratkan wajib memiliki 40% bahan baku, kecuali
bekerjasama dengan koperasi/organisasi," jelasnya.
Dikatakan
Anizar, untuk mewujudkan koperasi petani di Sumut, pihaknya akan
melakukan pembinaan pada petani di lahan percontohan sekitar 500 hektare
di Kota Barus Kabupaten Tapanuli Tengah (Tapteng). "Saat ini, kami
sedang menjalin kerja sama dengan Pemkab Tapteng dan sedang dilakukan
survei dalam pendataan petaninya," kata Anizar yang juga ketua Ikatan
Masyarakat Tapanuli Tengah (Imatapteng).(yuni naibaho)
mdn.biz.id