JAKARTA
- Ketua Bidang Hukum dan Advokasi Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit
Indonesia (GAPKI), Tungkot Sipayung menilai rencana Kementerian
Perdagangan (Kemendag) untuk menerapkan dan mengatur kemasan minyak
sawit di seluruh daerah dinilai tidak tepat. Menurutnya, mekanisme
kemasan minyak sawit lebih baik diserahkan ke mekanisme pasar karena
kemasannya hanya tersebar di perkotaan saja.
"Selama ini kan soal kemasan tidak pernah diatur, aneh juga
kalau tiba-tiba diatur. Lebih baik diserahkan ke mekanisme pasar saja,"
ujarnya dalam keterangannya tertulisnya kepada wartawan, Rabu (9/10).
Menurut dia, ketimbang mengurus kemasan, lebih baik Kemendag
mendorong distribusi minyak curah khusus ke daerah-daerah pedalaman,
daerah terpencil, atau daerah kategori daerah miskin. Jika minyak
kemasan dipaksanakan juga ke semua daerah, ia yakin akan gagal karena
dari sisi harga akan mahal dan tidak terjangkau oleh masyarakat yang
tergolong miskin.
"Minyak goreng kemasan untuk daeah kurang pas bahkan bisa gagal.
Gak bakal bisa dibeli masyarakat terpencil, terlalu mahal. Kalau minyak
curah itu kan separuh harga kemasan, tidak perlu pakai merk," tegasnya.
Tungkot menambahkan, jika Kemendag mau membantu masyarakat
terpencil, bukan kebijakan minyak kemasan yang didahulukan. Cukup dorong
saja minyak curah karena sudah sehat, layak konsumsi, memenuhi aspek
kesehatan.
"Kalau ada kebijakan minyak kemasan hingga daerah terpecil, kebijakan keliru, patut dicurigai," sambungnya.
Khusus untuk masyarakat berdaya beli rendah, pemerintah memang
harus ada keberpihakan. Bisa melalui Bulog dengan minyak goreng subsidi.
"Ketimbang mengurusi masalah kemasan minyak goreng, akan lebih
baik Kemendag menangkis berbagai tudingan terhadap industri sawit dalam
negeri dari pihak luar," tandasnya.
Sementara itu Ketua Dewan Minyak Sawit Indonesia (DMSI) Derom
Bangun menambahkan, menerapkan kebijakan itu juga tidak mudah karena
harus menyiapkan infrastuktur pusat distribusi.
Kabar terakhir, kata Derom, kebijakan itu baru akan diberlakukan
pada 2015. Namun beberapa hal selama ini juga kurang maksimal. "Misal
pusat pengemasan, sama seperti makanan lain seperti mie instan. Ini juga
belum disosialisasikan," terangnya. (esy/jpnn)
Updated: Wed, 09 Oct 2013